Puncaknya, Setya Novanto sukses menjadi Ketua Umum Partai Golkar periode 2016-2019. Saat itu, ia berhasil meraih 277 suara (30 persen) pada Munaslub Partai Golkar yang digelar pada 17 Mei 2016.
Ia berhasil mengalahkan Ade Komarudin hanya mendapatkan 173 suara, dilansir dari Kompas.com (17/5/2016).
Meskipun demikian, ia akhirnya harus rela melepaskan jabatannya sebagai ketua umum Golkar, karena terseret kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP.
Baca juga: Setya Novanto Dikabarkan Hilang dari Lapas Sukamiskin, Ini Penjelasan Kemenkumham
Sepanjang kariernya, Setya Novanto kerap disorot publik dan tak lepas dari kontroversi. Bahkan, ia sudah dikatkan dengan sejumlah kasus korupsi sejak 2001.
Namanya pernah disebut dalam kasus hak tagih piutang Bank Bali yang menyebabkan kerugian negara hampir Rp 1 triliun.
Pada 2010, ia juga diberitakan terlibat dalam penyelundupan beras impor dari Vietnam sebanyak 60 ribu ton.
Setya Novanto juga sering disebut dalam kasus suap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar, kasus PON Riau, hingga kasus korupsi e-KTP, dikutip dari Kompas.com (18/7/2017).
Kontroversi selanjutnya yang menyita perhatian publik adalah kasus pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden saat meminta jatah saham PT Freeport Indonesia.
Baca juga: Daftar Pimpinan KPK yang Terlibat Kasus Hukum, Terbaru Firli Bahuri
Saat itu, sebanyak 17 anggota Mahkamah Kehormatan DPR (MKD) menyatakan Setya Novanto melanggar kode etik.
Menjelang vonis dari MKD, ia mengambil langkah untuk mengundurkan diri dari jabatan sebagai Ketua DPR.
Namun, tak lama setelah pengunduran dirinya, ia kembali terpilih menjadi Ketua DPR RI menggantikan Ade Komarrudin yang juga tersandung kasus pelanggaran kode etik.
Kasus yang sering disebut dengan istilah "Papa Minta Saham" ini pernah masuk ke ranah penyelidikan Kejaksaan Agung dan Setya Novanto sempat diperiksa.
Sayangnya, kasus ini mendadak mandek setelah Kejagung tak berhasil memperoleh keterangan dari Riza Chalid yang menghilang.
Baca juga: Saat Kades Minta Bantuan Orangtua untuk Kembalikan Uang Korupsi, Dianggap Beban Keluarga oleh Hakim
(Sumber: Kompas.com/Sabrina Asril, Kristian Erdianto, Ambaranie Nadia Kemala Movanita | Editor: Sabrina Asril, Kristian Erdianto, Ambaranie Nadia Kemala Movanita)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.