Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Disebut Pernah Minta KPK Hentikan Kasus Setya Novanto, Siapa Dia?

Kompas.com - 02/12/2023, 15:30 WIB
Laksmi Pradipta Amaranggana,
Ahmad Naufal Dzulfaroh

Tim Redaksi

 

KOMPAS.com - Mantan Ketua DPR RI Setya Novanto kembali diperbincangkan publik usai namanya disebut dalam pembicaraan eks Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo dan Presiden Joko Widodo.

Dalam sebuah wawancara dengan Rosi yang tayang di Kompas TV, Kamis (30/11/2023), Agus mengaku pernah dipanggil Jokowi untuk menghentikan kasus korupsi e-KTP yang menyeret nama Setya Novanto.

Tak seperti biasanya, ia dipanggil Jokowi sendirian dan tidak melalui ruang wartawan, melainkan melalui jalur masjid.

“Saat saya masuk, beliau sudah marah ngomong ‘hentikan!’, kan saya heran, yang dihentikan apanya. Setelah saya duduk, ternyata saya baru paham kalau yang dimaksud untuk menghentikan adalah kasus Setya Novanto,” lanjut Agus.

Sebagai informasi, Setya Novanto saat itu menjabat Ketua Umum Partai Golkar, salah satu partai pendukung pemerintah.

Baca juga: Kilas Balik Kasus E-KTP Setya Novanto, Kembali Disorot Usai Pernyataan Eks Ketua KPK


Lalu, siapa sosok Setya Novanto?

Terpidana kasus korupsi e-KTP

Setya Novanto merupakan mantan Ketua DPR RI periode 2015-2019 yang menjadi terpidana kasus korupsi e-KTP.

Dalam dakwaannya, ia diketahui berperan mengatur besaran anggaran e-KTP yang mencapai Rp 5,9 triliun, dilansir dari Kompas.com (4/2/2022).

Dari total anggaran itu, hanya 51 persen yang digunakan untuk belanja modal atau belanja riil proyek.

Sementara sisanya, yaitu sebanyak 49 persen atau sekitar Rp 2,5 triliun, dibagi-bagikan kepada Pejabat Kementerian Dalam Negeri, anggota Komisi II DPR, Setya Novanto dan Ando Natogong, Anas Urbaningrum dan Nazaruddin, serta diberikan sebagai keuntungan pelaksana kerja atau rekanan.

Setya Novanto sebenarnya pernah memenangkan praperadilan, tetapi KPK akhirnya kembali menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka.

Pada 24 April 2018, ia divonis penjara 15 tahun dan diwajibkan membayar Rp 500 juta, subsider tiga bulan kurungan.

Ia juga diwajibkan membayar uang pengganti sebanyak 7,3 juta dollar AS yang dikurangi Rp 5 miliar yang telah dititipkan kepada penyidik.

Baca juga: Kerap Lakukan Kontroversi, Bisakah Ketua KPK Dicopot?

Pernah jadi Ketum Golkar

Lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Widya Mandala, Surabaya ini dikenal sebagai salah satu politisi yang memulai dari bawah.

Namun, ia berhasil menempati posisi strategis partai, termasuk menjadi Bendahara Umum Kosgoro selama beberapa periode hingga akhirnya menjadi Bendahara Umum Partai Golkar.

Puncaknya, Setya Novanto sukses menjadi Ketua Umum Partai Golkar periode 2016-2019. Saat itu, ia berhasil meraih 277 suara (30 persen) pada Munaslub Partai Golkar yang digelar pada 17 Mei 2016.

Ia berhasil mengalahkan Ade Komarudin hanya mendapatkan 173 suara, dilansir dari Kompas.com (17/5/2016).

Meskipun demikian, ia akhirnya harus rela melepaskan jabatannya sebagai ketua umum Golkar, karena terseret kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP.

Baca juga: Setya Novanto Dikabarkan Hilang dari Lapas Sukamiskin, Ini Penjelasan Kemenkumham

Sosok yang penuh kontroversi

Sepanjang kariernya, Setya Novanto kerap disorot publik dan tak lepas dari kontroversi. Bahkan, ia sudah dikatkan dengan sejumlah kasus korupsi sejak 2001.

Namanya pernah disebut dalam kasus hak tagih piutang Bank Bali yang menyebabkan kerugian negara hampir Rp 1 triliun.

Pada 2010, ia juga diberitakan terlibat dalam penyelundupan beras impor dari Vietnam sebanyak 60 ribu ton.

Setya Novanto juga sering disebut dalam kasus suap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar, kasus PON Riau, hingga kasus korupsi e-KTP, dikutip dari Kompas.com (18/7/2017).

Kontroversi selanjutnya yang menyita perhatian publik adalah kasus pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden saat meminta jatah saham PT Freeport Indonesia.

Baca juga: Daftar Pimpinan KPK yang Terlibat Kasus Hukum, Terbaru Firli Bahuri

Saat itu, sebanyak 17 anggota Mahkamah Kehormatan DPR (MKD) menyatakan Setya Novanto melanggar kode etik.

Menjelang vonis dari MKD, ia mengambil langkah untuk mengundurkan diri dari jabatan sebagai Ketua DPR.

Namun, tak lama setelah pengunduran dirinya, ia kembali terpilih menjadi Ketua DPR RI menggantikan Ade Komarrudin yang juga tersandung kasus pelanggaran kode etik.

Kasus yang sering disebut dengan istilah "Papa Minta Saham" ini pernah masuk ke ranah penyelidikan Kejaksaan Agung dan Setya Novanto sempat diperiksa.

Sayangnya, kasus ini mendadak mandek setelah Kejagung tak berhasil memperoleh keterangan dari Riza Chalid yang menghilang.

Baca juga: Saat Kades Minta Bantuan Orangtua untuk Kembalikan Uang Korupsi, Dianggap Beban Keluarga oleh Hakim

(Sumber: Kompas.com/Sabrina Asril, Kristian Erdianto, Ambaranie Nadia Kemala Movanita | Editor: Sabrina Asril, Kristian Erdianto, Ambaranie Nadia Kemala Movanita)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Mengapa Lumba-lumba Berenang Depan Perahu? Ini Alasannya Menurut Sains

Mengapa Lumba-lumba Berenang Depan Perahu? Ini Alasannya Menurut Sains

Tren
Cara Cek NIK KTP Jakarta yang Non-Aktif dan Reaktivasinya

Cara Cek NIK KTP Jakarta yang Non-Aktif dan Reaktivasinya

Tren
Berkaca dari Kasus Mutilasi di Ciamis, Mengapa Orang dengan Gangguan Mental Bisa Bertindak di Luar Nalar?

Berkaca dari Kasus Mutilasi di Ciamis, Mengapa Orang dengan Gangguan Mental Bisa Bertindak di Luar Nalar?

Tren
3 Bek Absen Melawan Guinea, Ini Kata Pelatih Indonesia Shin Tae-yong

3 Bek Absen Melawan Guinea, Ini Kata Pelatih Indonesia Shin Tae-yong

Tren
Alasan Israel Tolak Proposal Gencatan Senjata yang Disetujui Hamas

Alasan Israel Tolak Proposal Gencatan Senjata yang Disetujui Hamas

Tren
Pendaftaran Komcad 2024, Jadwal, Syaratnya, dan Gajinya

Pendaftaran Komcad 2024, Jadwal, Syaratnya, dan Gajinya

Tren
Studi Baru Ungkap Penyebab Letusan Dahsyat Gunung Tonga pada 2022

Studi Baru Ungkap Penyebab Letusan Dahsyat Gunung Tonga pada 2022

Tren
Mengenal 7 Stadion yang Jadi Tempat Pertandingan Sepak Bola Olimpiade Paris 2024

Mengenal 7 Stadion yang Jadi Tempat Pertandingan Sepak Bola Olimpiade Paris 2024

Tren
Mengenal Alexinomia, Fobia Memanggil Nama Orang Lain, Apa Penyebabnya?

Mengenal Alexinomia, Fobia Memanggil Nama Orang Lain, Apa Penyebabnya?

Tren
Sunat Perempuan Dilarang WHO karena Berbahaya, Bagaimana jika Telanjur Dilakukan?

Sunat Perempuan Dilarang WHO karena Berbahaya, Bagaimana jika Telanjur Dilakukan?

Tren
UU Desa: Jabatan Kades Bisa 16 Tahun, Dapat Tunjangan Anak dan Pensiun

UU Desa: Jabatan Kades Bisa 16 Tahun, Dapat Tunjangan Anak dan Pensiun

Tren
Harga Kopi di Vietnam Melambung Tinggi gara-gara Petani Lebih Pilih Tanam Durian

Harga Kopi di Vietnam Melambung Tinggi gara-gara Petani Lebih Pilih Tanam Durian

Tren
Kasus Mutilasi di Ciamis dan Tanggung Jawab Bersama Menangani Orang dengan Gangguan Mental

Kasus Mutilasi di Ciamis dan Tanggung Jawab Bersama Menangani Orang dengan Gangguan Mental

Tren
Potensi Manfaat Tanaman Serai untuk Mengatasi Kecemasan Berlebih

Potensi Manfaat Tanaman Serai untuk Mengatasi Kecemasan Berlebih

Tren
Terkait Penerima KIP Kuliah yang Bergaya Hedon, UB: Ada Evaluasi Ulang Tiga Tahap

Terkait Penerima KIP Kuliah yang Bergaya Hedon, UB: Ada Evaluasi Ulang Tiga Tahap

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com