KOMPAS.com - Pada 1994, para pendaki menemukan sekelompok pohon aneh yang tumbuh di sebuah ngarai atau lembah di Taman Nasional Wollemi, yang berada sekitar 60 mil (100 kilometer) sebelah barat Sydney, Australia.
Kemudian, seorang pendaki memberi tahu seorang ahli botani pegawai taman dan menunjukkan spesimen daun tersebut kepada mereka.
Pada ahli akhirnya menentukan bahwa spesimen tersebut mewakili spesies purba yang telah membeku sejak zaman dinosaurus menguasai Bumi, dilansir dari Live Science, Jumat (15/9/2023).
Pohon tersebut kemudian disebut sebagai "fosil hidup" oleh beberapa orang.
Meski begitu, pohon ini memiliki nama pinus Wollemi (Wollemia nobilis), yang hampir identik dengan sisa-sisa yang diawetkan yang berasal dari periode Cretaceous (145 juta hingga 66 juta tahun yang lalu).
Baca juga: Jepang Produksi Kayu Selama 700 Tahun Tanpa Tebang Pohon, Kok Bisa?
Kini, hanya terdapat 60 pohon jenis ini yang hidup di alam liar dan pohon-pohon yang bertahan hidup tersebut terancam punah oleh bahaya kebakaran hutan.
Sebelumnya, pinus Wollemi bahkan sudah diperkirakan punah sejak sekitar 2 juta tahun yang lalu.
Penemuan tahun 1994 itu membuka peluang para ilmuwan dari Australia, Amerika Serikat, dan Italia untuk memecahkan kode genomnya dan mengungkap evolusi unik dan kebiasaan reproduksinya, serta membantu upaya konservasi.
Pinus memiliki 26 kromosom dan mengandung 12,2 miliar pasangan basa. Sebagai perbandingannya, manusia hanya memiliki sekitar 3 miliar pasangan basa.
Terlepas dari ukuran genomnya, pinus Wollemi memiliki keragaman genetik yang sangat rendah. Sehingga dalam hal ini menunjukkan adanya hambatan (ketika populasinya berkurang secara drastis) sekitar 10.000 hingga 26.000 tahun yang lalu.
Pohon-pohon yang tersisa saat ini tampaknya berkembang biak sebagian besar dengan mengkloning diri mereka sendiri melalui penebangan, di mana anakan muncul dari pangkalnya dan menjadi pohon baru.
Kelangkaan spesies pinus ini mungkin sebagian disebabkan oleh tingginya jumlah transposon atau “gen pelompat”, yaitu bentangan DNA yang dapat mengubah posisinya dalam genom.
“Genom tanaman terkecil dan genom tanaman terbesar memiliki jumlah gen yang hampir sama. Perbedaan ukuran yang besar biasanya berasal dari transposon,” kata Direktur Program Penelitian Genom Tanaman National Science Foundation, Gerald Schoenknecht.
Sebagai transposon melompat ke lokasi baru, mereka dapat mengubah urutan “huruf” dalam molekul DNA, sehingga menyebabkan atau membalikkan mutasi pada gen.
Mereka mungkin membawa DNA fungsional atau mengubah DNA di tempat penyisipan, dan dengan demikian memiliki dampak besar pada evolusi suatu organisme.