KOMPAS.com - Istilah psikopat sering digunakan untuk menggambarkan kepribadian seseorang yang berdarah dingin.
Di benak sebagian orang, psikopat juga identik dengan sosok pelaku kejahatan yang tidak segan menyakiti korbannya ketika beraksi.
Kendati demikian, stigma yang telanjur diyakini sebagian orang mengenai psikopat tidak selalu benar.
Tidak semua orang yang merupakan psikopat adalah pelaku kejahatan. Namun, mereka mengalami kondisi mental yang menyebabkan perilakunya tidak normal.
Lantas, apa itu psikopat?
Baca juga: 3 Psikopat Dunia yang Sejak Kecil Gemar Membunuh Hewan
Dilansir dari laman Siloam Hospital, psikopat adalah istilah non-medis yang secara umum digunakan untuk menyebut seseorang yang menderita gangguan kepribadian.
Orang yang dikatakan psikopat punya kecenderungan melanggar norma sosial dan manipulatif.
Selain itu, psikopat juga memiliki kecenderungan tidak memiliki empati dan penyesalan, tidak bisa membedakan benar dan salah, dan cenderung mengabaikan keselamatan dan tanggung jawab.
Berdasarkan studi yang dimuat di American Psychological Association (2015), sebanyak 29 persen populasi di dunia menunjukkan satu atau lebih karakteristik psikopat.
Dari jumlah tersebut, hanya 0,6 persen di antaranya yang didiagnosis sebagai psikopat.
Baca juga: Menyiksa Hewan adalah Tanda Psikopat, Benarkah?
Penyebab psikopat sebenarnya belum diketahui secara pasti. Namun, ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan psikopat, yakni:
Terjadi penurunan aktivitas di sistem limbik dan korteks prefrontal di otak yang terlibat untuk mengontrol pengambilan keputusan, empati, dan emosi.
Psikopat bisa diturunkan dari orangtua yang mengalami gangguan mental.
Psikopat terjadi ketika anak tumbuh dewasa karena trauma masa lalu. Hal ini meliputi trauma akibat kekerasan fisik, emosional, dan seksual, pola asuh orang tua yang tidak baik, ataupun kondisi ekonomi yang sulit.
Baca juga: Apakah Kucing Psikopat?
Psikopat dapat disebut juga sebagai gangguan kepribadian psikopat dan dianggap sebagai penyakit mental.