Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ilmuwan di Singapura Kembangkan AI untuk Membaca Pikiran Orang

Kompas.com - 21/08/2023, 20:15 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Farid Firdaus

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Para ilmuwan di berbagai belahan dunia kini berlomba-lomba menciptakan beragam teknologi berbasis artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan.

Hal serupa juga dilakukan oleh sejumlah peneliti di Singapura.

Dikutip dari The Independent Singapore, mereka sedang mengerjakan sebuah proyek pengembangan AI yang dapat membaca pikiran.

Di National University of Singapore, puluhan orang berpartisipasi untuk program ini. Otak mereka dipindai dengan mesin magnetic resonance imaging (MRI).

MRI memindai otak mereka saat melihat antara 1.200-5.000 gambar. Sebuah teknologi berbasis AI bernama MinD-Vis kemudian menghubungkan pemindahan dengan gambar.

Ini memungkinkan komputer untuk membaca pikiran seseorang.

"Jadi setelah kami mengumpulkan cukup data pelatihan, kami dapat membuat model AI individual, semacam penerjemah," kata salah satu peneliti bernama Jiaxin Qing.

"Itu dapat memahami aktivitas otak Anda seperti halnya ChatGPT memahami bahasa alami manusia," sambungnya.

Baca juga: Cara Kreator Memanfaatkan AI untuk Produksi Konten

Ketika orang tersebut datang untuk pemindaian otak lagi, saat itulah pembacaan pikiran terjadi.

"Dalam pemindaian, Anda akan melihat rangsangan visual seperti ini. Kami kemudian akan merekam aktivitas otak Anda secara bersamaan," jelas dia.

Aktivitas otak ini akan masuk ke penerjemah AI yang akan menerjemahkan aktivitas otak ke dalam bahasa khusus.

Ini nantinya akan menghasilkan gambar yang Anda lihat saat itu.

"Jadi, pada dasarnya itulah cara kami membaca pikiran Anda dalam pengertian ini," ujarnya.

Baca juga: Perusahaan E-commerce India Ganti 90 Persen Stafnya dengan AI Chatbot

Tak dapat digunakan pada sembarang orang

Karena teknologi bekerja pada tingkat individu, ini berarti tidak dapat digunakan pada sembarang orang.

Seperti banyak teknologi lainnya, privasi data yang diberiakan kepada peneliti juga menjadi perhatian.

"Jadi hal yang harus diperhatikan adalah kita harus memiliki pedoman, etika, dan hukum yang sangat ketat dalam hal bagaimana melindungi privasi," kata Associate Professor di NUS Medicine, Juan Helen Zhou.

Kendati demikian, ia menyebut teknologi tersebut cukup menjanjikan.

Baca juga: Ramai soal Kiamat Internet Berbulan-bulan Dapat Terjadi, NASA Lakukan Prediksi dengan AI

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com