Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Muncul Petisi Para Dosen Desak Mendikbud Batalkan Aturan Baru Penilaian Angka Kredit

Kompas.com - 11/04/2023, 20:30 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

 

KOMPAS.com - Petisi yang mendesak Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek) untuk membatalkan batas akhir pengisian data Tridarma Penilaian Angka Kredit (PAK) untuk para dosen baru-baru ini ramai menjadi perhatian publik.

Hingga Selasa (11/4/2023) pukul 18.00 WIB, petisi yang muncul di laman change.org itu telah ditandatangi oleh 4.009 orang dari target 5.000 tanda tangan.

Ada empat poin tuntutan para dosen atas aturan baru PAK tersebut, yakni:

  1. Batalkan tenggat waktu 15 April 2023 (terkait kebijakan input data Tridarma Penilaian Angka Kredit di link Sijali/Sijago)
  2. Hapuskan ancaman sanksi terhadap dosen (terkait kebijakan tersebut)
  3. Audit aplikasi-aplikasi Ditjen Dikti Ristek yang terlalu banyak dan membebani dosen.
  4. Reformasi birokrasi pendidikan sekarang juga

Baca juga: Drama Pemilihan Rektor UNS, Kemendikbud Vs Majelis Wali Amanat Kampus

Sanksi pengisian data

Dalam penjelasannya, pembuat petisi menyoroti sosialisasi Dirjen Dikti Ristek terkait kebijakan baru yang memaksa para dosen untuk memasukkan data ulang tridarma secara manual.

Apalagi, kebijakan itu memiliki tenggat waktu yang sangat sempit, yakni 15 April 2023.

Jika para dosen tidak segera mengisi data hingga batas waktu yang ditentukan, maka mereka akan mendapat sanksi tegas berupa penghapusan seluruh kredit tridarma yang diperolehnya.

Padahal, seluruh data triadarma ini juga secara rutin telah diinputkan oleh para dosen ke aplikasi Sister (Sistem Informasi Sumberdaya Terintegrasi).

Baca juga: Beredar Surat Penolakan Dosen UGM terhadap Pemberian Gelar Profesor Kehormatan pada Pejabat Publik


Disebutkan bahwa kebijakan tentang PAK ini didasarkan pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 1 Tahun 2023.

"Di sini, yang dianggap memiliki jabatan fungsional adalah Aparatur Sipil Negara (ASN). Tapi Dirjen Dikti Riset malah memperluas definisi ini untuk semua dosen, baik yang berstatus ASN maupun yang bekerja di pergurutan tinggi swasta," tulis pembuat petisi.

"Sehingga, peraturan yang ditujukan untuk ASN diberlakukan untuk semua dosen, termasuk dosen perguruan tinggi swasta," sambungnya.

Baca juga: Prilly Latuconsina Jadi Dosen di UGM, Mengajar Apa?

Tujuan pembuatan aturan dipertanyakan

Dosen mata kuliah keaktoran Program Studi  Sastra Indonesia FIB Universitas Jember, Dewi Angelina memiliki cara unik untuk mengajar di kampus. Yakni  memakai costum player (Cosplay) penyihir. Kompas.com/Dokumentasi Universitas Jember Dosen mata kuliah keaktoran Program Studi Sastra Indonesia FIB Universitas Jember, Dewi Angelina memiliki cara unik untuk mengajar di kampus. Yakni memakai costum player (Cosplay) penyihir.

Di akhir petisi, tertulis sejumlah nama dosen dari berbagai kampus, termasuk di antaranya adalah Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Sigit Riyanto.

Sigit menilai, kebijakan ini semakin memberatkan para dosen yang terjebak dalam aturan dan birokrasi yang tidak relevan.

Ia pun mempertanyakan tujuan dari aturan yang dikeluarkan tanpa melalui dialog dengan para dosen.

"Apa tujuan aturan yang menyusahkan dosen se-Indonesia, tanpa pernah ada dialog, public hearing, sosialisasi, atau expose naskah akademik yang jadi dasar lahirnya regulasi," kata Sigit kepada Kompas.com, Selasa (11/4/2023).

"Siapa yang sebenarnya mendapat manfaat dari aturan ruwet dan ridak adil ini? Banyak dosen yang dirugikan dari sisi regulasi dan prosedur yang baru tersebut," sambungnya.

Untuk itu, ia kembali menegaskan agar Mendikbud Ristek segera membatalkan aturan tersebut, serta menyederhanakan regulasi dan prosedur PAK.

Menurutnya, pendidikan tinggi dan akademisi memiliki karakteristik profesi yang berbeda dengan jabatan administratif birokratis.

Baca juga: Gaji Dosen PNS

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Jadi Faktor Penentu Kekalahan Indonesia di Semifinal Piala Asia U23, Apa Itu VAR?

Jadi Faktor Penentu Kekalahan Indonesia di Semifinal Piala Asia U23, Apa Itu VAR?

Tren
Kapan Waktu Terbaik Olahraga untuk Menurunkan Berat Badan?

Kapan Waktu Terbaik Olahraga untuk Menurunkan Berat Badan?

Tren
BMKG: Wilayah Berpotensi Hujan Lebat dan Angin Kencang pada 30 April hingga 1 Mei 2024

BMKG: Wilayah Berpotensi Hujan Lebat dan Angin Kencang pada 30 April hingga 1 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Manfaat Air Kelapa Muda Vs Kelapa Tua | Cara Perpanjang STNK jika Pemilik Asli Kendaraan Meninggal Dunia

[POPULER TREN] Manfaat Air Kelapa Muda Vs Kelapa Tua | Cara Perpanjang STNK jika Pemilik Asli Kendaraan Meninggal Dunia

Tren
NASA Perbaiki Chip Pesawat Antariksa Voyager 1, Berjarak 24 Miliar Kilometer dari Bumi

NASA Perbaiki Chip Pesawat Antariksa Voyager 1, Berjarak 24 Miliar Kilometer dari Bumi

Tren
Profil Brigjen Aulia Dwi Nasrullah, Disebut-sebut Jenderal Bintang 1 Termuda, Usia 46 Tahun

Profil Brigjen Aulia Dwi Nasrullah, Disebut-sebut Jenderal Bintang 1 Termuda, Usia 46 Tahun

Tren
Jokowi Teken UU DKJ, Kapan Status Jakarta sebagai Ibu Kota Berakhir?

Jokowi Teken UU DKJ, Kapan Status Jakarta sebagai Ibu Kota Berakhir?

Tren
Ini Daftar Gaji PPS, PPK, KPPS, dan Pantarlih Pilkada 2024

Ini Daftar Gaji PPS, PPK, KPPS, dan Pantarlih Pilkada 2024

Tren
Pengakuan Ibu yang Paksa Minta Sedekah, 14 Tahun di Jalanan dan Punya 5 Anak

Pengakuan Ibu yang Paksa Minta Sedekah, 14 Tahun di Jalanan dan Punya 5 Anak

Tren
Jadi Tersangka Korupsi, Ini Alasan Pendiri Sriwijaya Air Belum Ditahan

Jadi Tersangka Korupsi, Ini Alasan Pendiri Sriwijaya Air Belum Ditahan

Tren
Daftar Lokasi Nobar Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024

Daftar Lokasi Nobar Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024

Tren
Bolehkah Penderita Diabetes Minum Air Tebu? Ini Kata Ahli Gizi UGM

Bolehkah Penderita Diabetes Minum Air Tebu? Ini Kata Ahli Gizi UGM

Tren
Bandara di Jepang Catat Nol Kasus Kehilangan Bagasi Selama 30 Tahun, Terbaik di Dunia

Bandara di Jepang Catat Nol Kasus Kehilangan Bagasi Selama 30 Tahun, Terbaik di Dunia

Tren
La Nina Berpotensi Tingkatkan Curah Hujan di Indonesia, Kapan Terjadi?

La Nina Berpotensi Tingkatkan Curah Hujan di Indonesia, Kapan Terjadi?

Tren
Kasus yang Bikin Bea Cukai Disorot: Sepatu Impor hingga Alat Bantu SLB

Kasus yang Bikin Bea Cukai Disorot: Sepatu Impor hingga Alat Bantu SLB

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com