Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kepala BPOM Disorot Usai Ramai Kasus Gagal Ginjal Akut Misterius

Kompas.com - 23/10/2022, 08:30 WIB
Nur Rohmi Aida,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kasus gagal ginjal akut misterius (acute kidney injury atau AKI) dilaporkan mencapai 241 kasus hingga 21 Oktober 2022.

Kasus ini menyebar di 22 provinsi di Indonesia dengan kematian mencapai 133 anak.

"Kami sudah identifikasi telah dilaporkan adanya 241 (kasus) di 22 provinsi," ujar Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dikutip dari Kompas.com 21 Oktober 2022.

Baca juga: BPOM Pastikan Sirup Obat Batuk Penyebab Gagal Ginjal di Gambia Tak Terdaftar di Indonesia

Kinerja BPOM disorot

Usai mencuatnya kasus gagal ginjal akut pada anak-anak ini, warganet di media sosial banyak yang mempertanyakan kinerja Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Sebab BPOM dinilai berperan dalam pengawasan obat-obatan termasuk sejumlah obat yang diduga memicu terjadinya kasus gagal ginjal akut.  Tak sedikit juga masyarakat yang kemudian menyoroti sosok Kepala BPOM RI Penny K. Lukito.

“BPOM harus bertanggung jawab tidak ada alasan lepas tangan.Kalau nggak mampu kepala BPOM mundur,” tulis salah satu akun di media sosial Twitter.

“gak ada niat gitu, kepala @BPOM_RI untuk mundur? kasus gagal ginjal udh cukuplah nunjukin kebobrokan BPOM dalam pengawasan yang mereka lakuin,” ujar akun yang lain.

Bpom : badan pengawas obat dan makanan, tanggung jawab dalam kasus AKI ini apa y? Bahkan kepala bpom pun tidak meminta maaf sama sekali,” tulis akun yang lain.

“BPOM kan isinya bukan orang farmasi kebanyakan. Wajar aja kecolongan. Wong kepala bpom aja bukan apoteker..” tulis akun yang lain lagi.

Baca juga: Epidemiolog Kesal BPOM Defensif Saat Gagal Ginjal Akut Mencuat

BPOM dinilai defensif

Ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono merasa Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) seolah-olah bersikap defensif saat kasus gagal ginjal akut atau acute kidney injury (AKI) mencuat.

Pandu menyebutkan, BPOM defensif lantaran tidak melakukan penyelidikan lebih lanjut ketika banyak balita di Gambia mengalami gagal ginjal akut diduga karena obat sirup.

Pandu mengatakan, pihaknya sudah meminta agar kasus yang terjadi di Gambia diwanti-wanti sejak beberapa minggu yang lalu. Namun, peringatannya seolah tak digubris.

"Saya sudah ngomong tiga minggu yang lalu, enggak ada yang perhatiin. Ketika awal-awal kasus itu kan Jakarta paling banyak. Saya kan punya data Jakarta," ujar Pandu saat dihubungi Kompas.com, Jumat (21/10/2022).

Pandu meminta agar penyebab dari gagal ginjal akut yang masih misterius ini segera dicari. Akan tetapi, Pandu menyebut para klinikus ngotot bahwa penyakit gagal ginjal akut ini muncul karena berkaitan dengan Covid-19.

"Saya bilang jangan ambil kesimpulan dulu. Melakukan penyidikan epidemiologi, investigasi, itu outbreak, sebagai pendekatan public health," tuturnya. 

Pandu menyinggung sikap defensif BPOM terhadap kasus gagal ginjal akut di Gambia. Menurut Pandu, BPOM hanya menyebut bahwa obat sirup yang menjadi penyebab gagal ginjal akut di Gambia tidak terdaftar di Indonesia.

"Waktu kejadian di Gambia Badan POM bilang apa? 'Oh obat itu enggak terdaftar di Indonesia'. Terus saya bilang, 'Bukan itu masalahnya, kok defensif banget sih'," ucapnya.

"Saya bilang, 'Apakah obat yang beredar di Indonesia mengandung senyawa yang terdapat pada obat yang mengakibatkan gagal ginjal di Gambia 61 anak mati'," sambung Pandu.

Pandu menerangkan, kasus gagal ginjal akut sudah kerap terjadi di berbagai negara. Penyebabnya selalu sama, yakni akibat obat sirup, di mana ada kandungan etilen glikol di dalamnya.

Baca juga: Ratusan Anak Meninggal Karena Gagal Ginjal Akut, BPOM: Ini Pembelajaran Bagi Kami

BPOM sebut telah melakukan pengawasan

 

Sebelumnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memastikan empat sirup obat batuk asal India yang diduga memicu gagal ginjal akut tidak terdaftar di Indonesia.

Keempat sirup yang menjadi penyebab gagal ginjal pada anak di Gambia karena mengandung etilen glikol yakni Promethazine Oral Solution, Kofexmalin Baby Cough Syrup, Makoff Baby Cough Syrup, dan Magrip N Cold Syrup.

Keempatnya diproduksi oleh Maiden Pharmaceuticals Limited, India.

"Berdasarkan penelusuran BPOM, keempat produk yang ditarik di Gambia tersebut tidak terdaftar di Indonesia dan hingga saat ini produk dari produsen Maiden Pharmaceutical Ltd, India tidak ada yang terdaftar di BPOM," sebut BPOM dalam siaran pers, Senin (17/10/2022).

BPOM menyebut, pihaknya melakukan pengawasan secara komprehensif pre dan post-market terhadap produk obat yang beredar di Indonesia.

Untuk memberi perlindungan terhadap masyarakat, BPOM telah menetapkan persyaratan pada saat registrasi bahwa semua produk obat sirup untuk anak maupun dewasa, tidak diperbolehkan menggunakan dietilen glikol (DEG) dan etilen glikol (EG).

"Namun sebagai langkah kehati-hatian, BPOM juga sedang menelusuri kemungkinan kandungan DEG dan EG sebagai cemaran pada bahan lain yang digunakan sebagai zat pelarut tambahan," ucap BPOM.

Lebih lanjut, badan pengawas ini akan melakukan langkah-langkah pengawasan intensif terhadap obat-obat terkait dan akan segera menyampaikan hasilnya kepada masyarakat. BPOM pun mengimbau masyarakat agar membeli obat yang sudah mendapat izin edar dari BPOM.

"Masyarakat agar lebih waspada, menggunakan produk obat yang terdaftar di BPOM yang diperoleh dari sumber resmi, dan selalu ingat Cek KLIK (Cek Kemasan, Label, Izin Edar, dan Kedaluwarsa) sebelum mengonsumsi obat," jelasnya.

Baca juga: 5 Obat Sirup yang Ditarik BPOM untuk Mengobati Apa Saja?

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com