Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ferdian Andi
Peneliti dan Dosen

Peneliti Pusat Kajian Kebijakan Publik dan Hukum (Puskapkum) | Pengajar di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta

Great Reset Hukum di Masa Pandemi

Kompas.com - 21/08/2020, 15:26 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KETUA Eksekutif Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum) Profesor Klaus Schwab menyerukan, di tengah situasi pandemi Covid-19 ini hakikatnya memberikan peluang untuk merefleksikan, menata kembali dan menata ulang dunia kita.

Pandemi Covid-19 pada akhirnya mendorong lahirnya gagasan “Great Reset” sebagai refleksi untuk membangun sistem ekonomi dan sosial yang lebih adil, berkelanjutan dan tangguh.

Great reset membutuhkan instrumen kontrak sosial baru dimana keadilan dan martabat manusia sebagai basisnya.

Penjelasan Great Reset itu dapat ditemui melalui laman resmi WEF. Klaus Schwab bersama Thierry Malleret juga menulis buku khusus mengenai ide tersebut dengan judul “Covid-19: The Great Reset”.

Penataan ulang secara besar-besaran (great reset) saat pandemi ini memang memiliki relevansi dan urgensi sebagai bentuk respons atas tatanan sosial yang telah berubah total saat pandemi.

Penataan ulang secara besar-besaran ini, dalam konteks Indonesia, harus dipastikan tetap dalam jalur konstitusi dan demokrasi.

Pandemi Covid-19 telah melahirkan krisis kesehatan yang memberi dampak turunan yang terkait langsung dengan hajat hidup orang banyak seperti ekonomi, sosial, birokrasi, pendidikan hingga lingkungan.

Krisis kesehatan ini juga menjadikan negara dalam posisi dilema antara memilih menangani Covid-19 secara konsisten atau memilih untuk mengatasi dampak turunannya.

Gagasan great reset imbas pandemi ini merupakan pilihan ideal sebagai langkah nyata untuk merespons perubahan yang terjadi imbas pandemi ini.

Penataan ulang ini harus ditujukan untuk mengembalikan tatatanan yang berkeadilan, berkelanjutan, berkeadaban dan berkemanusiaan sebagaimana amanat adilihung yang terkandung di Pancasila dan konstitusi.

Gayung bersambut, Presiden Jokowi dalam Sidang Tahunan MPR pada Jumat (14/8/2020) juga menyebutkan pandemi yang memberi dampak terhadap ekonomi menjadi momentum untuk melakukan re-start, re-booting dan men-setting ulang semua sistem.

Hukum sebagai pendulum

Penataan ulang secara besar-besaran ini sebenarnya sejalan dengan praktik disrupsi yang terjadi secara masif imbas keberadaan digital.

Pandemi dan digital pada akhirnya menjadi dua katup yang memaksa warga dunia untuk melakukan adaptasi. Meski, dua hal tersebut memiliki titik pijak yang berbeda.

Perubahan tatanan masyarakat saat pandemi Covid-19 ini harus dijadikan momentum perubahan tata kelola di berbagai bidang yang dituangkan melalui instrumen hukum.

Penuangan kebijakan melalui instrumen hukum ini penting untuk memastikan penataan ulang secara besar-besaran memiliki daya ikat dan laku, berjangka panjang serta berkesinambungan (suistainable).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com