KOMPAS.com - Pada pertengahan Maret 2020, seorang profesor penyakit menular Liverpool School of Tropical Medicine, Paul Garner, mengalami "sedikit batuk".
Ia kemudian berdiskusi tentang virus corona baru dengan David Nabaro, perwakilan Inggris untuk urusan pandemi.
Pada akhir diskusi secara daring ini, Nabarro pun menyarankan Garner untuk segera pulang dan mengisolasi diri. Garner pun melakukannya.
Beberapa hari kemudian, ia mendapati dirinya mengalami gejala infeksi yang semakin serius.
"Gejalanya aneh sekali," ungkap Garner sebagaimana dikutip The Guardian, Jumat (15/5/2020).
Gejala tersebut termasuk kehilangan indra penciuman, berat, dada terasa kencang, dan jantung berdebar.
Pada satu titik, Garner sempat berpikir bahwa dirinya akan mati.
Ia menyebut dirinya sebagai anggota "grup herd immunity Boris Johnson", yaitu sekelompok pasien yang terinfeksi Covid-19 dalam 12 hari sebelum Inggris menerapkan penguncian.
Baca juga: Terinfeksi Virus Corona, Bayi Berusia 6 Minggu Meninggal Dunia di Inggris
Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Garner mengalami fluktuasi kondisi kesehatan yang buruk, emosi yang ekstrem dan rasa kelelahan.
Cerita ini pun ditulis dalam blog untuk British Medical Journal minggu lalu.
Ada bukti yang berkembang bahwa virus menyebabkan serangkaian gejala yang lebih besar daripada yang dipahami sebelumnya, serta efek yang dapat bersifat panjang dan berkelanjutan.
Dalam kasus Garner, ia mengalami gejala selama lebih dari 7 minggu.
Garner mengatakan, pengalamannya terpapar Covid-19 menunjukkan gejala baru dan mengganggu setiap harinya.
Kepalanya terasa panas dan perutnya pun terasa sakit. Selain itu, Garner juga mengaku sesak napas, pusing, dan mengalami radang sendi pada tangan.