Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Maulid Nabi di Indonesia

Kompas.com - 25/09/2023, 19:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Tri Indriawati

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Maulid Nabi adalah peringatan Hari Lahir Nabi Muhammad SAW yang jatuh pada 12 Rabiul Awwal dalam penanggalan Hijriah.

Kata maulid berasal dari bahasa Arab, yang berarti hari lahir.

Perayaan Maulid Nabi sudah berkembang di tengah masyarakat jauh sebelum kematian Nabi Muhammad.

Oleh sebab itu, secara substansi, peringatan Maulid Nabi merupakan wujud kegembiraan dan penghormatan kepada Nabi Muhammad.

Menurut sejarah, perayaan Maulid Nabi dirayakan oleh bangsa Arab sejak abad ke-2 H atau abad ke-8 M.

Sejak itu, perayaan Maulid Nabi mulai berkembang di berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia.

Lantas, bagaimana sejarah Maulid Nabi di Indonesia?

Baca juga: Sejarah Peringatan Maulid Nabi Muhammad

Maulid Nabi di Indonesia bermula dari Wali Songo 

Di Indonesia, peringatan Maulid Nabi pertama kali dilakukan oleh Wali Songo sejak 1404 M.

Tujuan Wali Songo merayakan Maulid Nabi adalah untuk menarik hati masyarakat setempat saat itu untuk terpanggil memeluk agama Islam.

Pada saat itu, Wali Songo melihat pengorbanan yang dilakukan Raja Hindu di Jawa telah melanggar aturan Islam.

Dalam tradisi Hindu-Buddha pada masa itu, jika suatu daerah terkena bencana mereka akan melakukan pengorbanan berupa penyembelihan kerbau sebagai tolak bala.

Hal ini yang kemudian mendorong Wali Songo memperkenalkan peringatan Maulid Nabi pada masyarakat setempat.

Baca juga: Strategi Dakwah Wali Songo

Itulah mengapa, Maulid Nabi juga disebut sebagai perayaan Syahadatain, atau yang secara umum dikenal dengan istilah Sekaten.

Syahadatain adalah kesaksian dan pengakuan bahwa Allah merupakan satu-satunya Tuhan yang wajib disembah dan Nabi Muhammad adalah utusan Rasul Allah.

Lebih lanjut, dari berbagai macam versi, pada dasarnya sekaten dapat dipahami sebagai upacara dan ritual penabuhan gamelan yang diselenggarakan oleh Keraton Yogyakarta dan Surakarta untuk memperingati Hari Kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Sampai saat ini, Sekaten masih diselenggarakan di beberapa kota, salah satunya Yogyakarta dan Surakarta.

 

Referensi:

  • Syahriar, Alfa. (2021). Fikih Kejawen. Jepara: UNISNU Press.
  • Priyono. Rustam. dkk. (2021). Resonansi Pemikiran ke-17: "Inovasi Pembelajaran dan Memetik Hikmah di Balik Pandemi dalam Perspektif Religi". Surakarta: Muhammadiyah University Press.
  • Dra. Udi Asiyah, M.Si. (2016). Dakwah Kreatif: Muharram, Maulid Nabi, Rajab, dan Sya'ban. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com