DI MANA bertemunya haji dan demokrasi? Apakah istilah Yunani kuno dan Arab Islam berjumpa, ataukah bisa dipertemukan?
Dalam banyak hal keduanya bersambung, terutama dalam soal hak dan kewajiban. Demokrasi bukan soal menuntut hak saja, kewajiban jangan dilupakan.
Dalam haji 2023 ini, keduanya harus dipenuhi secara seimbang. Haji kali ini bertema Ramah Lansia, sebagaimana ditekankan Gus Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Artinya, hak-hak para lansia harus lebih diperhatikan.
Kewajiban para petugas adalah melayani jamaah, terutama lansia. Hak-hak para jamaah adalah beribadah dengan tenang. Di samping itu mereka juga berhak mendapatkan akomodasi dan transportasi yang memadahi.
Konsumsi juga harus sesuai dengan standar selera, gizi, dan kesehatan. Hotel harus tersedia. Pesawat pulang pergi harus jelas.
Bus dari hotel ke area Haram, dari masing-masing sektor ke terminal jelas jadwalnya. Itu semua hak. Hak bagi jamaah dan kewajiban bagi petugas dan panitia. Itu esensi demokrasi.
Demokrasi adalah memberikan hak kepada orang lain, sekaligus melaksanakan kewajiban.
Jangan sekadar menuntut hak. Jika itu terjadi, tanpa melaksanakan kewajiban, maka yang terjadi adalah anarkistis, bukan demokrasi.
Bayangkan semua orang menuntut haknya, tetapi mengabaikan kewajiban, kekacauan lah yang terjadi.
Kewajiban jamaah adalah bersikap dan berperilaku rapi, saling menghormati, taat aturan, dan melaksanakan ibadah dengan tenang tanpa menggangu jamaah lain.
Saling memberi ruang kepada sesama jamaah, saling menolong, saling memberi informasi, dan menjaga ketertiban dan perdamaian. Itu kewajiban mereka.
Demokrasi berjalan jika hak dan kewajiban kita jalankan bersama-sama dan tidak saling menuntut, tetapi saling memberi. Haji dan demokrasi ternyata berjalan seiring, cocok dan saling melengkapi.
Demokrasi bisa dikembalikan asal muasalnya pada dua ribu lima ratus tahun yang lalu ke Athena, kota negara (city state) yang diperintah oleh hukum dengan melibatkan peran warga (citizens). Warga berkumpul dan memberikan suara tentang nasib kota itu.
Para pemimpin menawarkan gagasan dan saling mempertontonkan visi dan misinya akan dibawa kemana perang antarkota, kesejahteraan warga, atau bagaimana perdamaian akan dicapai.
Sokrates (meninggal 399 SM) mengajarkan sikap teliti dan kritis pada semua yang dijanjikan para pemimpin atau calon pemimpin.
Anak-anak muda diajari logika dan evaluasi kritis pada apa yang disampaikan para pemimpin. Plato (427-347 SM) kemudian menulisnya dalam trakta dialognya. Pentingnya berkomunikasi dengan baik, yaitu dialog.