Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Haji dan Demokrasi

Dalam banyak hal keduanya bersambung, terutama dalam soal hak dan kewajiban. Demokrasi bukan soal menuntut hak saja, kewajiban jangan dilupakan.

Dalam haji 2023 ini, keduanya harus dipenuhi secara seimbang. Haji kali ini bertema Ramah Lansia, sebagaimana ditekankan Gus Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Artinya, hak-hak para lansia harus lebih diperhatikan.

Kewajiban para petugas adalah melayani jamaah, terutama lansia. Hak-hak para jamaah adalah beribadah dengan tenang. Di samping itu mereka juga berhak mendapatkan akomodasi dan transportasi yang memadahi.

Konsumsi juga harus sesuai dengan standar selera, gizi, dan kesehatan. Hotel harus tersedia. Pesawat pulang pergi harus jelas.

Bus dari hotel ke area Haram, dari masing-masing sektor ke terminal jelas jadwalnya. Itu semua hak. Hak bagi jamaah dan kewajiban bagi petugas dan panitia. Itu esensi demokrasi.

Demokrasi adalah memberikan hak kepada orang lain, sekaligus melaksanakan kewajiban.
Jangan sekadar menuntut hak. Jika itu terjadi, tanpa melaksanakan kewajiban, maka yang terjadi adalah anarkistis, bukan demokrasi.

Bayangkan semua orang menuntut haknya, tetapi mengabaikan kewajiban, kekacauan lah yang terjadi.

Kewajiban jamaah adalah bersikap dan berperilaku rapi, saling menghormati, taat aturan, dan melaksanakan ibadah dengan tenang tanpa menggangu jamaah lain.

Saling memberi ruang kepada sesama jamaah, saling menolong, saling memberi informasi, dan menjaga ketertiban dan perdamaian. Itu kewajiban mereka.

Demokrasi berjalan jika hak dan kewajiban kita jalankan bersama-sama dan tidak saling menuntut, tetapi saling memberi. Haji dan demokrasi ternyata berjalan seiring, cocok dan saling melengkapi.

Demokrasi bisa dikembalikan asal muasalnya pada dua ribu lima ratus tahun yang lalu ke Athena, kota negara (city state) yang diperintah oleh hukum dengan melibatkan peran warga (citizens). Warga berkumpul dan memberikan suara tentang nasib kota itu.

Para pemimpin menawarkan gagasan dan saling mempertontonkan visi dan misinya akan dibawa kemana perang antarkota, kesejahteraan warga, atau bagaimana perdamaian akan dicapai.

Sokrates (meninggal 399 SM) mengajarkan sikap teliti dan kritis pada semua yang dijanjikan para pemimpin atau calon pemimpin.

Anak-anak muda diajari logika dan evaluasi kritis pada apa yang disampaikan para pemimpin. Plato (427-347 SM) kemudian menulisnya dalam trakta dialognya. Pentingnya berkomunikasi dengan baik, yaitu dialog.

Saling memberi pengertian dan berusaha mengerti orang lain. Pentingnya moral dan etika dalam demokrasi.

Haji tampaknya juga mengalami hal sama, pentingnya mengatur, memberikan hak para jamaah, terutama hak lansia, kerapian menejemen dan kepemimpinan.

Lakukan yang dikatakan dan katakan yang dilakukan, begitu demokrasi dan haji bertemu. Hak dan kewajiban dijalankan dengan adil dan saling memberi layanan.

Haji sebagai syariah Islam berlaku sejak seribu lima ratus tahun lalu. Betul bahwa suku-suku Arab sebelum Islam sudah menghormati Ka’bah dan Haram, dan area sekitarnya.

Tetapi tidak ada data arkeologis yang pasti mulai abad berapa praktik tawaf, mengelilingi Ka’bah, dimulai.

Menurut Tarikh al-Thabari (839-923 M) dan Ya’qubi (meninggal 897 M) banyak suku-suku sekitar yang juga memiliki Haram, tempat suci yang dihormati dan dijaga.

Para suku Arab, seperti juga warga kota Yunani, senang berkumpul untuk berunding. Namun, Haram-Haram selain Mekkah tidak bertahan dan dilupakan.

Biasanya Haram berhubungan dengan sumber daya penting manusia, yaitu air dan kebutuhan-kebutuhan hidup seperti makanan, seperti Zamzam di Mekkah.

Para pemimpin dan warga suku bertemu di tempat itu. Mereka berdoa bersama dan menyepakati perjanjian-perjanjian. Begitu juga warga Athena seribu tahun sebelumnya.

Di dalam Sirah Ibn Ishaq (85-151 M), yang banyak ditransmisikan oleh para penulis Sirah abad-abad selanjutnya, Nabi Muhammad sebelum memulai misi dakwahnya pernah memperbaiki Ka’bah dan mendapatkan kehormatan meletakkan kiswah.

Sebelum era Islam, salah satu cara memuliakan Ka’bah adalah menghiasinya dengan bait-bait syair terbaik. Lomba mendendangkan puisi pun umum waktu itu.

Setelah era Islam, kiswah tentu dihiasi dengan ayat-ayat Al-Qur’an. Ka’bah adalah rumah Tuhan, manusia berkumpul di area itu untuk berdoa pada Allah dan mempererat hubungan antarmanusia. Sampai saat ini pun fungsi seperti itu masih berlaku.

Berhaji tidak hanya beribadah, tetapi juga mengikat kembali hubungan antarmanusia. Muslim dari berbagi etnis, bangsa, dan negara berkumpul.

Muslim setanah air juga berkumpul di Ka’bah, tidak hanya tawaf dan syai (berlari-lari kecil tujuh kali antar bukit Shafa dan Marwa), tetapi juga berjumpa teman lama, saudara jauh, dan reuni keluarga. Haji memberikan perjumpaan tak terduga.

Saat globalisasi ini, ada persamaan lain antara haji dan demokrasi, yaitu penggunaan media sosial, seperti Instagram, Tiktok, Instagram atau Twitter.

Baik dalam haji atau Pemilu media sosial berperan penting untuk menyebarkan informasi, merekam video, dan promosi opini. Dalam haji dan demokrasi, penggunaan media sosial harus dijaga agar tidak terjadi miskomunikasi dan memojokkan pihak lain.

https://www.kompas.com/stori/read/2023/06/18/074730679/haji-dan-demokrasi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke