Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Oppenheimer dan Bhagavad Gita

Kompas.com - 17/06/2023, 20:02 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SETELAH menggebrak jagad gambar hidup di layar lebar dengan “Interstellar” disusul “Dunkirk” lalu “Tenet”, mahasutradara Christopher Nolan pada Juli 2023 mempersembahkan “Oppenheimer”. Mahakarya Nolan tersebut berkisah tentang tokoh mahafisikawan, Julius Robert Oppenheimer, yang memimpin Proyek Manhattan, kemudian melakukan ujicoba ledakan bom atom di Los Amos pada 16 juli 1945.

Sekitar dua dasawarsa kemudian, pada suatu acara wawancara TV, Oppenheimer menegaskan, “Kita tahu dunia tak akan pernah sama setelah ditemukannya bom atom. Beberapa orang tertawa, beberapa orang menangis, dan sebagian besarnya hanya diam.

Baca juga: Mengenal Fisikawan J. Robert Oppenheimer, Sang Bapak Bom Atom

Saya teringat pada kitab suci Hindu, Bhagavad Gita di mana Sri Kresna meyakinkan Arjuna menuaikan tugasnya untuk menumpas Kurawa, lalu Sri Kresna bertriwikrama menjadi raksasa menyeramkan serta sesumbar, 'Kini aku menjadi Maut, penghancur dunia'."

Ternyata kearifan Bhagavad Gita sangat berpengaruh bagi sang ilmuwan keturunan Yahudi kelahiran New York itu, yang sempat studi mekanika kuantum di Goettingen, Jerman. Pada upacara pemakaman Franklin Delano Roessevelt, Oppenheimer secara khusus sengaja memetik kalimat ayat 17 nomor 3 Bhagavad Gita sebagai berikut, “Man is a creature whose substance is faith, what his faith is, he is.”

Di dalam wiracarita Mahabharata, terdapat uraian berbagai senjata pemusnah. Satu di antaranya adalah Brahmastra, yang konon sangat kuat sehingga tidak ada cara untuk melawannya begitu diluncurkan.

Setelah mencapai sasaran, Brahmastra menghasilkan “pijaran asap dan nyala api seterang 10.000 matahari yang terbit dengan segala kemegahannya. Setelah itu, mayat dibakar sedemikian rupa sehingga tidak dapat dikenali. Rambut dan kuku mereka rontok; tembikar pecah tanpa sebab yang jelas, dan burung-burung menjadi putih.

Setelah beberapa jam, semua bahan makanan terinfeksi. Apapun yang terkena Brahmastra akan hancur total; tanah akan menjadi tandus dan tidak bernyawa, curah hujan akan berhenti, dan kemandulan pada manusia dan hewan akan terjadi selama ribuan tahun.”

Di kawasan arkeologis Mohenjo Daro dan Harappa, para arkeolog menemukan bahwa semua benda menyatu dan terglasifikasi dalam radius sekitar 40 meter di kawasan tersebut. Kerangka yang ditemukan di situs itu memiliki tingkat radiasi 50 kali lipat dari nilai normal.

Penemuan tersebut memicu spekulasi bahwa semacam perangkat senjata nuklir telah digunakan pada zaman prasejarah di India kuno.

Namun Oppenheimer beda dari Arjuna yang legowo menunaikan tugasnya untuk membasmi habis 100 Kurawa. Sejak Agustus 1945 sampai akhir hayatnya, Oppenheimer yang wafat pada tahun 1967 di Princeton, New Jersey, justru terus dihantui rasa bersalah atas karyanya berupa dua bom atom yang menewaskan ratusan ribu manusia di Hiroshima dan Nagasaki.

Bahkan setelah Perang Dunia II usai, Oppenheimer masih baper. Ia sangat menyesal terkait karya bom atomnya sehingga selanjutnya tidak sudi terlibat dalam pengembangan tenaga nuklir untuk militer Amerika Serikat.

Sikap anti perang Oppenheimer dianggap sebagai indikasi pengkhianatan terhadap negara AS oleh para warga AS yang ikut terhanyut arus gelombang kemelut gerakan ekstrim anti komunis yang diprakarsai Joseph McCharty pada masa awal Perang Dingin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Abu Dujanah, Sahabat yang Membuat Nabi Muhammad Menangis

Abu Dujanah, Sahabat yang Membuat Nabi Muhammad Menangis

Stori
6 Peninggalan Kerajaan Ternate

6 Peninggalan Kerajaan Ternate

Stori
Alasan Umar bin Abdul Aziz Memerintahkan Pembukuan Hadis

Alasan Umar bin Abdul Aziz Memerintahkan Pembukuan Hadis

Stori
Pablo Picasso, Pelopor Karya Seni Rupa Kubisme

Pablo Picasso, Pelopor Karya Seni Rupa Kubisme

Stori
Perbedaan Presiden dan Pemimpin Tertinggi Iran

Perbedaan Presiden dan Pemimpin Tertinggi Iran

Stori
Sejarah Hari Kebangkitan Nasional

Sejarah Hari Kebangkitan Nasional

Stori
4 Pahlawan Perempuan dari Jawa Tengah

4 Pahlawan Perempuan dari Jawa Tengah

Stori
Biografi Sitor Situmorang, Sastrawan Angkatan 45

Biografi Sitor Situmorang, Sastrawan Angkatan 45

Stori
Peran Sunan Ampel dalam Mengembangkan Islam di Indonesia

Peran Sunan Ampel dalam Mengembangkan Islam di Indonesia

Stori
Sejarah Pura Pucak Mangu di Kabupaten Badung

Sejarah Pura Pucak Mangu di Kabupaten Badung

Stori
Sejarah Penemuan Angka Romawi

Sejarah Penemuan Angka Romawi

Stori
7 Organisasi Persyarikatan Muhammadiyah

7 Organisasi Persyarikatan Muhammadiyah

Stori
Natipij, Organisasi Kepanduan Islam Era Hindia Belanda

Natipij, Organisasi Kepanduan Islam Era Hindia Belanda

Stori
7 Situs Sejarah di Kabupaten Kediri

7 Situs Sejarah di Kabupaten Kediri

Stori
Sejarah Semboyan Bhinneka Tunggal Ika

Sejarah Semboyan Bhinneka Tunggal Ika

Stori
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com