DALAM literatur Maghazi, jamak dari kata ghazwah yang berarti ekspedisi atau perluasan arena dalam hadits-hadits, sirah, dan kumpulan riwayat-riwayat, disebutkan penaklukan paling indah oleh Nabi Muhammad SAW.
Yaitu, masuknya Nabi dan para pengikutnya ke Kota Mekkah. Ini biasanya disebut futuh, dalam bahasa Inggris sering disebut conquest.
Sebagian besar ulama sepakat surat al-Nasr (surat ke 110 terdiri dari 3 ayat saja) merekam peristiwa itu, yaitu pertolongan Tuhan dengan berbondong-bondongnya orang beriman begitu saja dengan damai. Itu terjadi pada bulan Ramadhan tahun 8 H atau 630 M.
Konon, Abu Sufyan dan Abbas, dua pemimpin utama Quraish Mekkah langsung berdamai dengan Nabi. Anaknya Mu’waiyah akhirnya menjadi sekretaris Nabi dan pendiri dinasti Umayyah yang mahligai itu.
Mekkah akhirnya menjadi kota milik Muslim. Haji dan umroh bisa dilakukan kapan saja, tanpa khawatir dan takut.
Yang sangat signifikan dari penaklukan itu adalah kemenangan tanpa peperangan, tanpa pertumpahan darah, tanpa menggunakan senjata, dan tanpa bentrokan fisik yang berarti. Ini adalah kemenangan sempurna.
Lima ribu tahun yang lalu, Sun Tzu, ahli strategi militer di China mengeluarkan diktumnya yang terkenal itu.
Katanya, dalam terjemahan Inggris, the best victory is to subdue an enemy without fight (kemenangan yang terbaik adalah mengalahkan musuh tanpa perang).
Nabi Muhammad dalam peristiwa pembebasan kota Mekkah melaksanakan strategi seperti itu. Konon Nabi pun pernah bersabda, carilah ilmu sampai negeri China.
Kata-kata Sun Tzu pun tampaknya benar untuk menggambarkan peristwa yang terkenal itu, rundingan antarmusuh bebuyutan untuk menyepakati perdamaian dan saling menerima.
Kenapa itu penting, mengalahkan musuh tanpa perang? Dalam tradisi tasawuf dan thariqat Islam, ada istilah mengendalikan nafsu dan emosi (amarah dan lawwamah).
Musuh terbesar manusia, bukan manusia lain. Musuh terdahsyat manusia bukan di luar diri manusia.
Sabda Nabi juga, ada perang besar dan perang kecil, yang pertama adalah bertempur melawan diri sendiri. Diri kita sendiri itulah musuh besar kita.
Kita harus mengendalikan diri melawan bayangan-bayangan, kekhawatiran-kekhawatiran, syak wasangka, buruk pikiran, dan emosi-emosi yang tidak berguna.
Kita harus menenangkan diri, membuat pikiran positif yang menguasai imaginasi. Diri sendiri harus kita kendalikan, dunia sekitar akan menjadi cerah dan bahagilah kita.