Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Prof. Al Makin
Rektor UIN Sunan Kalijaga

Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Prof. Dr. phil. Al Makin, S.Ag. MA, kelahiran Bojonegoro Jawa Timur 1972 adalah Profesor UIN Sunan Kalijaga. Penulis dikenal sebagai ilmuwan serta pakar di bidang filsafat, sejarah Islam awal, sosiologi masyarakat Muslim, keragaman, multikulturalisme, studi minoritas, agama-agama asli Indonesia, dialog antar iman, dan studi Gerakan Keagamaan Baru. Saat ini tercatat sebagai Ketua Editor Jurnal Internasional Al-Jami’ah, salah satu pendiri portal jurnal Kementrian Agama Moraref, dan ketua LP2M (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat) UIN Sunan Kalijaga periode 2016-2020. Makin juga tercatat sebagai anggota ALMI (Asosiasi Ilmuwan Muda Indonesia) sejak 2017. Selengkapnya di https://id.m.wikipedia.org/wiki/Al_Makin.

Kalahkan Musuh dengan Menaklukkan Diri Sendiri

Kompas.com - 17/06/2023, 06:28 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DALAM literatur Maghazi, jamak dari kata ghazwah yang berarti ekspedisi atau perluasan arena dalam hadits-hadits, sirah, dan kumpulan riwayat-riwayat, disebutkan penaklukan paling indah oleh Nabi Muhammad SAW.

Yaitu, masuknya Nabi dan para pengikutnya ke Kota Mekkah. Ini biasanya disebut futuh, dalam bahasa Inggris sering disebut conquest.

Sebagian besar ulama sepakat surat al-Nasr (surat ke 110 terdiri dari 3 ayat saja) merekam peristiwa itu, yaitu pertolongan Tuhan dengan berbondong-bondongnya orang beriman begitu saja dengan damai. Itu terjadi pada bulan Ramadhan tahun 8 H atau 630 M.

Konon, Abu Sufyan dan Abbas, dua pemimpin utama Quraish Mekkah langsung berdamai dengan Nabi. Anaknya Mu’waiyah akhirnya menjadi sekretaris Nabi dan pendiri dinasti Umayyah yang mahligai itu.

Mekkah akhirnya menjadi kota milik Muslim. Haji dan umroh bisa dilakukan kapan saja, tanpa khawatir dan takut.

Yang sangat signifikan dari penaklukan itu adalah kemenangan tanpa peperangan, tanpa pertumpahan darah, tanpa menggunakan senjata, dan tanpa bentrokan fisik yang berarti. Ini adalah kemenangan sempurna.

Lima ribu tahun yang lalu, Sun Tzu, ahli strategi militer di China mengeluarkan diktumnya yang terkenal itu.

Katanya, dalam terjemahan Inggris, the best victory is to subdue an enemy without fight (kemenangan yang terbaik adalah mengalahkan musuh tanpa perang).

Nabi Muhammad dalam peristiwa pembebasan kota Mekkah melaksanakan strategi seperti itu. Konon Nabi pun pernah bersabda, carilah ilmu sampai negeri China.

Kata-kata Sun Tzu pun tampaknya benar untuk menggambarkan peristwa yang terkenal itu, rundingan antarmusuh bebuyutan untuk menyepakati perdamaian dan saling menerima.

Kenapa itu penting, mengalahkan musuh tanpa perang? Dalam tradisi tasawuf dan thariqat Islam, ada istilah mengendalikan nafsu dan emosi (amarah dan lawwamah).

Musuh terbesar manusia, bukan manusia lain. Musuh terdahsyat manusia bukan di luar diri manusia.

Sabda Nabi juga, ada perang besar dan perang kecil, yang pertama adalah bertempur melawan diri sendiri. Diri kita sendiri itulah musuh besar kita.

Kita harus mengendalikan diri melawan bayangan-bayangan, kekhawatiran-kekhawatiran, syak wasangka, buruk pikiran, dan emosi-emosi yang tidak berguna.

Kita harus menenangkan diri, membuat pikiran positif yang menguasai imaginasi. Diri sendiri harus kita kendalikan, dunia sekitar akan menjadi cerah dan bahagilah kita.

Dalam perang antara Pandawa yang jumlahnya lima saja melawan Kurawa seratus, Arjuna mengendarai kereta disopiri oleh Krisna. Sang kusir adalah avatar dari Dewa Wisnu.

Mahabarata berbagai versi menceritakan percakapan dan nasihat-nasihat Krisna pada perang di medan Kurusetra.

Arjuna adalah ahli panah. Untuk tepat menembak sasaran, tidaklah tepat kita menyalahkan tujuan tembak atau alatnya, tetapi kuasailah diri sendiri.

Bagaimana pemanah memegang busur dan anak panah dengan tenang, tanpa emosi yang merusak, menarik benang atau karet panjang-panjang, dan berkonsentrasi pada sasaran. Itu lebih penting.

Lajunya anak panah tepat mengenai sasaran tergantung penuh pada pikiran, konsentrasi, dan penguasaan diri. Semua ada pada kendali diri. Arjuna mendengarkan banyak nasihat Krisna.

Dalam lakon pewayangan Jawa digambarkan sang Avatar Wisnu dengan ksatria hitam yang bijak.

Perang melawan diri sendiri jauh lebih penting daripada bayangan menghancurkan musuh di luar sana.

Nabi Muhammad menguasai Kota Madinah sudah delapan tahun sejak meninggalkan kota Mekkah. Kota itu dibangunnya dari berbagai suku yang berbeda.

Suku-suku itu telah bekerjasama dan berkorban demi damainya republik Madinah. Membangun peradaban perlu semangat perdamaian unsur-unsur yang berbeda, dan siap berdamai dengan mereka yang tidak setuju dengan kita.

Begitu nasihat KH Dr. Yahya Staquf, Ketua Umum PBNU dalam konsep fiqh peradabannya. Sangatlah penting untuk menerima iman, keyakinan, pandangan, pendapat, dan pilihan yang tidak sama demi hidup berdampingan bersama-sama.

Indonesia sudah mempunyai Pancasila, dasar yang ditanam oleh para pendiri bangsa Sukarno, Hatta, Syahrir, Yamin, Supomo, Maramis, dan lain-lain.

Sepakat untuk tidak sepakat. Madinah kira-kira ya seperti Indonesia ini, mari syukuri. Bahkan Kepala BPIP RI, Prof. KH Yudian Wahyudi menyebut, Indonesia adalah surga Eden nyata di bumi. Mari ciptakan surga di dunia ini dengan perdamaian.

Nabi Muhammad menaklukkan kota kelahirannya, Mekkah tidak dengan pertumpahan darah, tetapi dengan penataan internal kota Madinah.

Para pesaing dan musuh-musuhnya silau terhadap keberhasilan Madinah. Madinah menjadi damai karena menundukkan rintangan-rintangan internal lebih dahulu, maka rival-rival eksternal pun mengakui prestasi-prestasinya.

Makna ini juga bisa dibawa ke arah metaforis, sebagaimana para sufi selanjutnya menasihati kita, kalahkan diri sendiri adalah prioritas.

Sidharta Gautama, dua ribu lima ratus tahun yang lalu pun sering menasihati para muridnya, untuk menguasai diri sendiri, menggarapnya dengan hati-hati untuk menghilangkan dukkha (penderitaan) dan menghindari samsara (kelahiran ulang).

Tundukkan diri sendiri, buanglah keingingan-keinginan, damailah dunia.

Tujuan haji dan umroh adalah mengalahkan diri sendiri dan berdamai dengan dunia sekitar. Haji mabrur akan terlihat dari akibat dan dampaknya, bukan sekadar ritual-ritual yang rumit dan mahal secara ekonomi dan sosial.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com