KOMPAS.com - Pada masa kerajaan Hindu-Buddha di Nusantara, dikenal konsep dewa raja.
Dewa raja adalah konsep Hindu-Buddha yang memuja dan menganggap raja memiliki sifat kedewaan.
Konsep ini terkait dengan sistem monarki yang menganggap raja memiliki sifat ilahiah, secara politik gagasan ini merupakan praktik legitimasi atau pengesahan kekuasaan raja.
Bagaimana konsep dewa raja diterapkan di kerajaan Hindu-Buddha?
Baca juga: Bentuk Pemerintahan di Indonesia Sebelum Masuknya Hindu-Buddha
Agama Hindu yang lahir di India kemudian meluas ke wilayah Asia Tenggara, oleh para sejarawan dianggap sebagai faktor utama munculnya konsep dewa raja.
Dewa raja diadaptasi dari konsep Chakravarti yang berkembang di India.
Dalam agama Hindu, Chakravarti adalah seorang penguasa yang kuat dan kekuasaannya meluas ke seluruh dunia.
Dalam kerajaan Buddha, istilah Chakravarti merujuk pada raja yang mempunyai daulat yang tinggi, perantara antara alam gaib (kedewaan) dan dunia.
Dari situlah, berkembang konsep dewa raja, di mana raja dianggap sebagai wakil dewa di bumi serta memegang otoritas politik tertingi.
Diduga, konsep dewa raja pertama kali muncul di kerajaan Hindu-Buddha di Jawa.
Setelah itu, konsep ini menyebar di wilayah Asia Tenggara, terutama di Kerajaan Khmer (sekarang Kamboja dan Vietnam) dan kerajaan-kerajaan di Thailand.
Baca juga: Daftar Kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia
Konsep dewa raja digunakan oleh kerajaan-kerajaan di Asia Tenggara untuk mengukuhkan kedudukan raja sebagai penguasa tertinggi.
Dalam kepercayaan ini, raja dianggap sebagai titisan dewa dan setelah meninggal roh mereka akan bersemadi dengan para dewa.
Dengan demikian, kedudukan raja pada dasarnya sama dengan dewa. Biasanya acuannya adalah Dewa Wisnu, yang dikenal sebagai dewa pemelihara dan dewa kemakmuran.
Namun, hubungan antara raja dan dewa terikat pada tautan hamba-patron.