Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merunut Sejarah Halal Bihalal, dari Soekarno hingga Penjual Martabak

Kompas.com - 06/04/2023, 16:00 WIB
Susanto Jumaidi,
Tri Indriawati

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Halal bihalal merupakan sebuah tradisi bermaaf-maafan yang khas dilakukan oleh masyarakat muslim Indonesia, khususnya pada momen Lebaran.

Dikatakan sebagai tradisi yang khas karena halal bihalal terbentuk secara mandiri dalam sosial budaya masyarakat Indonesia.

Kekhasannya lagi, tradisi ini tidak akan ditemukan dalam budaya muslim di Arab pada saat perayaan Idul Fitri.

Masyarakat muslim di Arab tidak mengenal tradisi Idul Fitri sebagai momen yang dirayakan secara meriah.

Dalam budaya masyarakat Muslim di Arab, mereka lebih antusias menyambut dan merayakan Idul Adha daripada Idul Fitri.

Sebaliknya, di Indonesia, justru Idul Fitri yang menjadi paling penting untuk dirayakan dan dimeriahkan, salah satunya melalui tradisi halal bihalal.

Secara makna, Halal Bihalal berarti silaturahmi, sebuah ajang bermaaf-maafan yang dilakukan setelah melaksanakan ibadah puasa Ramadhan.

Umumnya, tradisi Halal Bihalal dilakukan di suatu tempat, seperti masjid atau sebuah aula, dengan melibatkan orang-orang lintas struktural.

Dimaknai sebagai silaturahmi karena halal bihalal dilaksanakan di segala tempat yang melibatkan keluarga kecil hingga keluarga besar atau lembaga.

Beragama sejarah tradisi halal bihalal di masyarakat muslim Indonesia.

Baca juga: Wujud Akulturasi Budaya Lokal dengan Islam

Halal bihalal versi Soekarno dan Kiai Abdul Wahab

Beberapa kalangan berpendapat bahwa tradisi halal bihalal kali pertama dilakukan dan digagas oleh presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno, bersama Kiai Abdul Wahab.

Dikisahkan bahwa pada masa awal kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada 1948, kondisi politik Indonesia sedang tidak stabil.

Untuk menurunkan tensi ketegangan politik pada masa itu, Soekarno berdiskusi dengan Kiai Abdul Wahab tentang solusi yang tepat mengatasi ketegangan tersebut.

Kala itu, secara kebetulan sedang dalam bulan Ramadhan, sehingga dirumuskan sebuah solusi untuk meredam ketegangan antara golongan tersebut.

Soekarno kemudian mengumpulkan tokoh-tokoh politik yang bersitegang dalam suatu lokasi pada saat hari Lebaran. Kemudian, digelarlah acara sungkem bermaafan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com