Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sri Sultan Hamengkubuwono VII, 'Sultan Sugih' yang Berprestasi

Kompas.com - 20/12/2022, 16:00 WIB
Widya Lestari Ningsih

Penulis

KOMPAS.com - Sri Sultan Hamengkubuwono VII merupakan Sultan Yogyakarta ketujuh yang memerintah antara 1877-1921.

Meski pada masa pemerintahannya Belanda masih mencampuri urusan keraton, Sri Sultan Hamengkubuwono VII mampu memajukan kesultanan dengan caranya sendiri.

Periode kekuasaan Sri Sultan Hamengkubuwono VII menandai terjadinya modernisasi di berbagai bidang seiring dengan dihapuskannya sistem tanam paksa (cultuurstelsel) yang digantikan dengan sistem ekonomi liberal.

Masa liberalisme turut mendatangkan kemakmuran bagi Keraton Yogyakarta. Bahkan Sri Sultan Hamengkubuwono VII mendapat julukan "Sultan Sugih" atau sultan yang kaya.

Sri Sultan Hamengkubuwono VII menjadi salah satu Sultan Yogyakarta dengan masa pemerintahan terpanjang, yakni 44 tahun.

Pada 1921, di usianya yang telah mengijak 82 tahun, Sri Sultan Hamengkubuwono VII memilih turun takhta dan meninggal di tahun yang sama.

Baca juga: Biografi Sri Sultan Hamengkubuwono VI

Perjalanan naik takhta

Sri Sultan Hamengkubuwono VII lahir pada 4 Februari 1839 dengan nama Gusti Raden Mas (GRM) Murtejo.

Ia adalah putra tertua Sri Sultan Hamengkubuwono VI yang lahir dari permaisuri kedua, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Sultan.

Permaisuri pertama Sultan Hamengkubuwono VI tidak memiliki anak laki-laki.

Oleh karena itu, sepeninggal Sultan Hamengkubuwono VI, GRM Murtejo sebagai putra tertua dikukuhkan oleh Belanda sebagai Sri Sultan Hamengkubuwono VII pada 13 Agustus 1877.

Baca juga: Daftar Sultan Keraton Yogyakarta

Sang "Sultan Sugih"

Meski pengangkatan Sri Sultan Hamengkubuwono VII tidak lepas dari campur tangan Belanda, di bawah pemerintahannya Kesultanan Yogyakarta mengalami kemajuan di berbagai bidang.

Kesuksesan itu diraih seiring dengan penghapusan sistem tanam paksa oleh pemerintah kolonial Belanda, yang diganti dengan sistem ekonomi liberal.

Sistem yang baru ini membuat bebasnya kehidupan ekonomi yang sekaligus mendorong perkembangan ekonomi di Hindia Belanda.

Pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono VII, sekitar 17 pabrik gula didirikan, yang terdiri dari pabrik milik kesultanan, swasta, maupun Belanda.

Meski tidak semuanya miliki kesultanan, dari setiap pabrik Sultan berhak menerima uang 200.000 florin (rupiah Belanda) dari Pemerintah Belanda.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com