KOMPAS.com - Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS) terjadi pada tanggal 25 April 1950.
Pemberontakan RMS merupakan gerakan separasi yang berpusat di wilayah selatan Maluku.
Dalang di balik aksi pemberontakan ini adalah mantan Jaksa Agung Negara Indonesia Timur (NIT), Christiaan Robbert Steven Soumokil.
Pada akhirnya, Soumokil berhasil dibekuk pada 12 Desember 1963 dan dijatuhi hukuman mati pada 1966.
Lantas, apa penyebab terjadinya pemberontakan RMS?
Baca juga: Upaya Penumpasan Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS)
Penyebab terjadinya pemberontakan RMS diawali dengan bergabungnya Maluku ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Maluku terkenal sebagai kota yang kaya akan rempah-rempahnya sehingga dijuluki sebagai Kepulauan Rempah.
Rakyat Maluku pun berdagang tidak hanya di Nusantara, melainkan juga di mancanegara, seperti China, Arab, dan Eropa.
Kekayaan rempah-rempah yang dimiliki Maluku kemudian menarik perhatian bangsa Eropa.
Akibatnya, bangsa Eropa mulai datang ke Maluku dan berkuasa di sana.
Kendati begitu, pada 1945, tepatnya dua hari setelah Indonesia merdeka, Maluku dinyatakan sebagai salah satu provinsi Republik Indonesia.
Alasan bersatunya Maluku dengan Indonesia adalah untuk mencegah Belanda dalam upaya menguasai wilayah itu dan kekayaan rempah-rempahnya.
Akan tetapi, setelah Maluku resmi dinyatakan bersatu ke dalam NKRI, salah satu pejuang Republik Maluku Selatan (RMS) yang bernama Manusama, menyatakan bahwa penggabungan ini hanya akan menimbulkan masalah.
Baca juga: Republik Maluku Selatan (RMS): Latar Belakang dan Upaya Penumpasannya
Manusama pun segera berdiskusi bersama para penguasa desa di Pulau Ambon.
Di dalam rapat itu, Manusama mengobarkan semangat antipemerintah RIS dan menyatakan bahwa orang Maluku tidak bersedia dijajah seperti orang Jawa.