Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Berdirinya Partai Persatuan Pembangunan (PPP)

Kompas.com - 15/12/2021, 13:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Widya Lestari Ningsih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) merupakan partai politik di Indonesia yang dideklarasikan pada 5 Januari 1973.

PPP merupakan fusi atau penyederhanaan dari empat partai keagamaan yakni Nahdlatul Ulama (NU), Partai Serikat Islam Indonesia (PSII), Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti), dan Parmusi.

Penggabungan empat partai keagamaan ini bertujuan untuk menyederhanakan sistem kepartaian di Indonesia dalam menghadapi pemilu Orde Baru tahun 1973.

Baca juga: IGGI, Program Bantuan Dana untuk Indonesia di Era Orde Baru

Sejarah berdirinya PPP

Sejak tahun 1950 hingga 1959, Indonesia mengalami pergantian kabinet sebanyak tujuh kali. Hal ini terjadi karena banyaknya partai yang ada di Indonesia serta tuntutan-tuntutan yang mereka layangkan.

Guna mencegah masalah tersebut, Soekarno menerapkan Demokrasi Terpimpin pada 1959. Pada 1960, jumlah partai di Indonesia dikurangi dari 40 menjadi 12, kemudian sisa 10.

Masih di tahun yang sama, Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI) dibubarkan karena terlibat dalam Pemberontakan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).

Dengan bubarnya Masyumi, maka aspirasi yang disampaikan oleh kelompok Islam lewat partai pun berkurang.

Partai Islam yang masih tersisa saat itu adalah NU, Perti, PSII, dan Parmusi.

Selain partai politik Islam, tahun 1964, berbagai organisasi golongan fungsional memutuskan membentuk Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar).

Golongan ini meliputi berbagai macam kelompok yang dibagi berdasarkan fungsi kekaryaannya, seperti buruh, guru, tani, atau pemuda.

Baca juga: Partai Fretilin: Sejarah dan Pemimpinnya

Dua tahun kemudian, yakni tahun 1966, Angkatan Darat mengadakan pertemuan dan menghasilkan usulan fusi partai ke dalam lima golongan, yaitu Islam, Kristen-Katolik, Nasionalis, Sosialis Pancasila, dan Golkar.

Kemudian, pada Mei 1967, Soeharto mengusulkan fusi partai-partai yang dibagi menjadi dua kelompok.

Satu kelompok menekankan pembangunan material, dan yang satu menekan pembangunan spiritiual.

Keinginan Soeharto untuk melakukan fusi partai dikemukakan lewat pidato di Kongres XII Partai Nasional Indonesia, 11 April 1970.

Sayangnya, usulan Soeharto ditolak oleh Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Idham Chalid.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com