KOMPAS.com - Perang Puputan Badung adalah peristiwa heroik dari rakyat Badung ketika bertempur melawan Belanda.
Pertempuran itu dilakukan secara habis-habisan atau puputan oleh rakyat Badung pada tahun 1906.
Puputan berasal dari kata “puput” yang artinya selesai, habis atau mati. Dalam kacamata budaya, puputan adalah tradisi masyarakat Bali dalam berperang yang dilakukan dengan pantang menyerah dan secara habis-habisan.
Baca juga: Kerajaan Badung: Sejarah, Raja-raja, Keruntuhan, dan Peninggalan
Penyebab terjadinya perang Puputan Badung hanya karena permasalahan kecil antara seorang pedagang dari China bernama Kwee Tek Tjiang dan masyarakat Badung.
Sebelum pecah pertempuran, permasalahan datang ketika Kwee Tek Tjiang, yang kapal dagangnya berbendera Belanda, terdampar di Sanur pada Mei 1904.
Setelah terdampar, mereka melakukan pembongkaran dan meminta Syahbandar Sanur untuk menjaga barangnya.
Saat melakukan pengecekan, Kwee Tak Tjieng membuat laporan palsu bahwa uangnya dalam jumlah besar telah dicuri. Ia lantas menghadap Raja Badung untuk meminta ganti rugi dengan nominal lebih besar.
Merespons hal itu, Raja Badung bersumpah bahwa rakyatnya tidak ada yang mencuri sehingga enggan untuk memberi ganti rugi.
Permasalahan ini menjadi rumit hingga terdengar oleh pemerintah kolonial Belanda.
Baca juga: Puputan Bayu: Latar Belakang, Kronologi, dan Dampak
Gubernur Hindia Belanda, Van Heutsz, tidak terima dengan sikap penguasa Kerajaan Badung dan siap membalasnya dengan melakukan blokade ekonomi hingga mengirim ekspedisi militer ke Bali.
Raja Badung saat itu, I Gusti Ngurah Made Agung, tetap yakin dengan kejujuran rakyatnya dan berpegang teguh pada pendiriannya.
I Gusti Ngurah Made Agung pun tidak gentar dengan ultimatum dari pemerintah kolonial Belanda yang berlaku sampai 9 Januari 1905.
Karena ultimatumnya tidak dipenuhi, pemerintah kolonial Belanda mengirim pasukan angkatan laut untuk memblokade perairan di sekitar Badung.
Aksi blokade yang dilakukan Belanda terbukti membuat Kerajaan Badung mengalami kerugian yang sangat besar.
Ketegangan semakin meningkat ketika pihak Belanda memperbesar tuntutan biaya ganti rugi dengan menambahkan biaya blokade lautnya.