Belanda memberikan tenggat waktu hingga 1 September 1906, dan mengancam akan melakukan ekspansi militer apabila tuntutannya tidak dipenuhi.
Baca juga: Puputan Jagaraga (1848-1849)
Menolak tunduk terhadap Belanda, I Gusti Ngurah Made Agung tetap pada pendiriannya dan siap dengan berbagai risiko yang akan diterimanya.
Pada 12 September 1906, pemerintah kolonial Belanda akhirnya mengirim ekpedisi militernya ke Badung.
Perang Puputan Badung pecah pada 15 September 1906, yang membuat banyaknya jauth korban jiwa di pihak Badung.
Meski hanya bersenjatakan keris dan bambu runcing, laskar Badung pantang menyerah dan lebih memilih mati berperang daripada hidup dijajah.
Puncak Puputan Badung terjadi pada 20 September 1906, saat pasukan Belanda sampai di Puri Pemecutan dan menembakinya hingga mengalami kerusakan yang parah.
Menanggapi serangan tersebut, I Gusti Ngurah Made Agung beserta pengikut setianya bertempur hingga habis-habisan.
Pada pertarungan sengit inilah, raja gugur bersama pasukannya dan sekaligus menandai berakhirnya Puputan Badung.
Untuk memeringati semangat para pejuang Bali saat itu, sebuah monumen yang dinamai Monumen Puputan Badung dibangun di jantung Kota Denpasar.
Referensi: