KOMPAS.com - Republik Maluku Selatan atau RMS adalah gerakan separatis yang berpusat di Maluku, terjadi tanggal 25 April 1950.
Pemberontakan RMS ini dipimpin oleh mantan Jaksa Agung Negara Indonesia Timur (NIT), Soumokil.
Tujuan dari pemberontakan RMS sendiri adalah untuk melepaskan wilayah Maluku dari NKRI.
Namun, pemberontakan RMS berhasil ditumpas oleh pasukan Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) yang berhasil menguasai wilayah-wilayah tersebut.
Baca juga: Negara Indonesia Timur (RIS)
Pemberontakan separatis di awal kemerdekaan Indonesia yang dipimpin oleh Christian Robert Steven adalah Republik Maluku Selatan yang terjadi di Maluku.
Dua hari setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia diumumkan, Maluku dinyatakan sebagai salah satu provinsi Republik Indonesia.
Bersatunya Maluku dengan Indonesia ini untuk mencegah Belanda dalam upaya menguasai Maluku karena kekayaan rempah-rempahnya.
Namun, keputusan ini dianggap akan menimbulkan masalah oleh salah satu pejuang RMS, Manusama.
Manusama pun menggelar rapat bersama para penguasa desa di Pulau Ambon dan ia mengobarkan semangat antipemerintah RIS.
Manusama juga menyatakan bahwa orang Maluku tidak ingin dijajah oleh orang Jawa.
Pemerintah Maluku lantas mengikrarkan proklamasi RMS sehingga secara resmi Maluku terlepas dari NIT dan RIS.
Setelah RMS diproklamasikan, muncul isu tentang KNIL atau tentara Belanda yang dianggap melindungi para proklamator Maluku Selatan.
Berita keterlibatan KNIL ini lantas memicu kecurigaan pihak Indonesia terkait campur tangan Belanda dalam pendirian RMS.
Oleh karena itu, Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) melakukan Operasi Malam dengan mendaratkan pasukan mereka sebanyak 850 orang untuk melawan pasukan RMS.
Pasukan APRIS mendarat di Pulau Buru, Kai, Aru, dan Seram di Maluku Selatan.