Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengertian Bank Syariah dan Konvensional Beserta Perbedaannya

Kompas.com - 19/05/2022, 10:30 WIB
Rita Puspaningsih,
Vanya Karunia Mulia Putri

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Bank adalah badan usaha di bidang keuangan yang mengelola uang masyarakat, terutama memberi kredit dan jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang.

Badan usaha ini merupakan lembaga keuangan resmi yang memiliki lisensi dari otoritas terkait untuk menghimpun dana dari masyarakat.

Selain menghimpun dan menyalurkan dana kembali, bank juga menyediakan produk keuangan lainnya, seperti manajemen investasi, penukaran mata uang asing, hingga berbagai jasa pembayaran.

Dalam sebuah negara, bank umum biasanya diatur oleh bank sentral. Adapun Bank Indonesia (BI) adalah bank sentral di Indonesia.

Berdasarkan cara penentuan harganya, bank dibagi menjadi dua, yaitu syariah dan konvensional.

Pengertian bank syariah

Dikutip dari jurnal Perbankan dalam Dimensi Konvensional dan Syariah (2014) karangan Yuliatin, bank syariah adalah lembaga keuangan yang bertugas menghimpun dan menyalurkan dana kepada masyarakat, menggunakan prinsip serta akad syariah.

Baca juga: Pengertian dan Fungsi Bank Umum di Indonesia

Dalam perbankan Islam, internalisasi nilai syariah dan operasional perbankan dapat dilihat dari produk maupun layanan yang ditawarkan.

Secara garis besar, produk dan layanan perbankan syariah dapat digolongkan berdasarkan prinsip akad, yakni:

  1. Prinsip titipan atau simpanan (depository/ al-wadi'ah)
  2. Prinsip bagi hasil (profit sharing)
  3. Prinsip jual beli (sale and purchase)
  4. Prinsip sewa (operational lease and financial lease)
  5. Prinsip jasa (fee-based services)

Berikut penjelasannya:

Prinsip titipan atau simpanan (depository/ al- Wadi'ah)

Dalam tradisi fiqh Islam, prinsip titipan atau simpanan dikenal dengan al-wadi’ah. Diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip ingin.

Prinsip bagi hasil (profit sharing)

Profit sharing, pada dasarnya merupakan pembiayaan dengan prinsip kepercayaan dan kesepakatan murni antara kedua belah pihak atau lebih, yaitu pemilik modal (investor) dalam hal ini bank syariah, dengan pemilik usaha yakni nasabah.

Secara umum, prinsip ini bisa dilakukan dalam empat macam akad utama, yaitu musyarakah, mudarabah, musaqah, dan muzara ’ah.

Baca juga: Sistem Operasi Bank Syariah

Prinsip yang paling banyak diterapkan dalam perbankan syariah ialah mudarabah dan musyarakah.

Prinsip jual beli (sale and purchase)

Bentuk akad yang menggunakan prinsip ini adalah: bai’ al-murabahah, bai’ bisamanin ajil, bai’ as-salam, dan bai al-istisna.

Dasar hukum akad dengan prinsip ini ialah Q.S. al-Baqarah (2): 275, dan Q.S. Al -Nisa( 4): 29.

Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda (transfer of property). Tingkat keuntungan bank ditentukan berdasarkan bagian harga atas barang yang dijual.

Prinsip sewa (al- Ijarah)

Dasar hukum prinsip ini adalah Q.S. al Baqarah (2): 233.

Ada dua akad yang menggunakan prinsip ijarah, yaitu ijarah (operational lease) dan al-ijarah al-muntahia bittamlik (financial lease with purchase option).

Baca juga: Bank Syariah: Definisi, Prinsip, dan Fungsinya

Ijarah berarti urusan sewa menyewa yang jelas manfaat serta tujuannya, dapat diserahterimakan, serta boleh diganti dengan upah yang telah disepakati.

Prinsip jasa (Fee Based Services)

Dengan menerapkan prinsip ini, dapat dipastikan akan diperoleh barang atau jasa yang sesuai spesifikasi, berkualitas, serta biayanya yang minimal.

Dalam prinsip ini, bank melayani jasa penitipan uang atau surat berharga, di mana bank mendapat kuasa dari penitip untuk mengelolanya. Selanjutnya bank akan memperoleh imbalan atas layanannya tersebut.

Pengertian bank konvensional

Pada hakikatnya, produk perbankan berupa pemberian jasa, meski hal tersebut harus disesuaikan dengan kewenangan bank tertentu sesuai fungsinya.

Bank konvensional adalah bank yang kegiatan usahanya dilakukan secara konvensional, dengan memberi jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Praktik perbankan konvensional sebenarnya sudah ada sejak zaman Babilonia, Yunani dan Romawi. Saat itu, praktik perbankan sangat membantu lalu lintas perdagangan.

Baca juga: Produk-Produk Bank Umum

Awalnya praktik perbankan terbatas pada aktivitas tukar-menukar uang. Lambat laun, praktik tersebut berkembang menjadi usaha penerimaan tabungan, penitipan maupun peminjaman uang dengan memungut bunga.

Perbedaan bank syariah dengan konvensional

Dikutip dari jurnal Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Bank Umum Syariah dan Bano Umum Konvensional Serta Pengaruhnya terhadap Keputusan Investasi (2011) karya M. Thamrin dkk, salah satu perbedaan bank syariah dengan konvensional terletak pada kedudukan hubungan antara bank dengan kliennya.

Dalam bank syariah, kedudukan hubungan bank dan klien sebagai mitra investor serta pedagang. Sedangkan pada bank konvensional, hubungannya ialah sebagai kreditur dan debitur.

Ditinjau dari beberapa hal, bank konvensional dan syariah memiliki sejumlah persamaan, terutama dari sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer teknologi, dan syarat umum pemeroleh biaya.

Walau begitu, perbedaan keduanya tetap paling menonjol. Berikut beberapa perbedaan bank syariah dengan konvensional, dilansir dari buku Manajemen Perbankan Teori dan Aplikasi (2002) karya Mudrajad Kuncoro serta Suhardjono:

Bank syariah Bank konvensional
Besar kecilnya bagi hasil yang diperoleh deposan tergantung pada beberapa indikator, seperti pendapatan bank, nisbah bagi hasil, serta nominal, rata-rata saldo, dan jangka waktu deposito. Besar kecilnya bagi hasil yang didapat deposan tergantung pada tingkat bunga yang berlaku, serta nominal dan jangka waktu deposito.
Bank memberi keuntungan pada deposan dengan pendekatan LDR (Loan to Deposit Ratio), yakni mempertimbangkan rasio antara dana pihak ketiga dengan pembiayaan yang diberikan. Semua bunga yang diberikan kepada deposan otomatis menjadi beban langsung
LDR bukan saja mencerminkan keseimbangan, tetapi juga keadilan. Karena bank membagi hasil (loan) kepada penabung (deposit). Tidak memperhitungkan beberapa pendapatan yang dihasilkan dari penghimpunan dana.
Melakukan investasi yang halal. Adanya investasi yang halal dan haram.
Didasarkan pada prinsip bagi hasil, jual beli, atau sewa. Memakai perangkat bunga.
Profit and Falah oriented (berorientasi pada profit dan Falah). Profit oriented (berorientasi pada profit atau keuntungan).
Hubungan nasabah dalam bentuk mitra. Hubungannya berbentuk debitur dan kreditur.
Penghimpunan serta penyaluran dananya harus sesuai fatawa dewan pengawas syariah. Tidak ada dewan sejenis.
Tidak berorientasi pada profit saja, tetapi juga penerapan nilai syariah. Bertujuan mencari profit.

Baca juga: Isi dari UU No 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com