Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 07/01/2024, 15:40 WIB
Lulu Lukyani

Penulis

KOMPAS.com - Menurut sebuah studi, otak mengonsumsi 20% energi untuk menjaga tubuh tetap berfungsi dengan baik.

Para peneliti dalam studi tersebut menemukan bahwa kantung kecil, yang disebut vesikel, yang menyimpan pesan-pesan yang dikirimkan antar sel-sel otak mungkin terus-menerus mengeluarkan energi, dan kebocoran tersebut kemungkinan besar merupakan trade-off agar otak selalu siap untuk aktif setiap saat.

Dengan demikia, Timothy Ryan, profesor biokimia di Weill Cornell Medicine di New York City, mengatakan bahwa otak adalah organ tubuh yang sangat "mahal" untuk dijalankan.

Para ilmuwan sebelumnya berasumsi bahwa penggunaan energi ini ada hubungannya dengan fakta bahwa otak aktif secara elektrik, yang berarti bahwa sel-sel otak atau neuron, terus-menerus menembakkan sinyal-sinyal listrik untuk berkomunikasi, sebuah proses yang membakar sejumlah besar molekul energi yang dikenal sebagai adenosin-trifosfat (ATP).

Namun, selama beberapa dekade terakhir, studi klinis menunjukkan bahwa otak orang-orang yang berada dalam keadaan vegetatif atau koma, yang berarti aktivitas listrik di otaki sangat minimal, masih mengonsumsi energi dalam jumlah besar.

Baca juga: Berapa Lama Otak Bisa Bertahan Tanpa Oksigen?

Vesikel bocor

Dalam beberapa tahun terakhir, Ryan dan timnya telah meneliti persimpangan di otak, yang disebut sinapsis, tempat neuron bertemu dan berkomunikasi dengan meluncurkan vesikel kecil yang berisi pembawa pesan kimia yang disebut neurotransmitter.

Para peneliti ini sebelumnya menunjukkan bahwa sinapsis aktif dan menghabiskan banyak energi. Namun, dalam sebuah studi baru, ketika mereka menonaktifkan sinapsis neuron tikus di piring laboratorium dengan racun dan kemudian mengukur tingkat ATP di dalam sinapsis, peneliti menyadari bahwa sinapsis mengonsumsi banyak energi, bahkan ketika neuron tidak aktif.

Untuk mengetahui alasannya, mereka mematikan berbagai pompa pada permukaan vesikel kecil yang menggerakkan neurotransmitter dan molekul lain masuk dan keluar, sehingga menghilangkan bahan bakar sinapsis.

Mereka mencitrakan sinapsis menggunakan mikroskop fluoresen dan mengetahui berapa banyak ATP yang telah dibakar sinapsis tersebut.

Mereka menemukan bahwa "pompa proton" bertanggung jawab atas sekitar 44% dari seluruh energi yang digunakan dalam sinapsis saat istirahat.

Baca juga: Ternyata Begini Otak Bekerja Saat Melamun

Ketika menganalisis lebih jauh, para peneliti menemukan bahwa pompa proton harus tetap bekerja dan membakar ATP karena vesikel selalu “membocorkan” proton.

Sinapsis yang tidak aktif bersiap untuk meluncurkan vesikel ini pada saat itu juga dengan mengemasnya terlebih dahulu dengan neurotransmiter.

Mereka melakukannya dengan bantuan pompa lain yang berada di permukaan vesikel. Jenis pompa ini, yang disebut protein transporter, berubah bentuk untuk membawa neurotransmiter ke dalam dan sebagai gantinya, mereka mengambil proton dari dalam vesikel, mengubah bentuk lagi dan mengeluarkan proton dari vesikel.

Agar proses ini dapat berjalan, vesikel harus memiliki konsentrasi proton yang lebih tinggi di dalamnya dibandingkan di sekitarnya.

Namun, para peneliti menemukan bahwa bahkan setelah vesikel penuh dengan neurotransmiter, protein pengangkut terus berubah bentuk.

Baca juga: Bagaimana Otak Menyimpan Memori dan Informasi?

Meskipun mereka tidak membawa neurotransmitter ke dalam vesikel, mereka terus mengeluarkan proton, sehingga pompa proton harus terus bekerja untuk mengisi ulang reservoir proton dalam vesikel.

Ryan mengungkapkan, penelitian tersebut dilakukan dengan menggunakan neuron tikus di laboratorium, namun temuan ini kemungkinan besar juga berlaku untuk otak manusia.

Masih belum jelas mengapa otak manusia berevolusi hingga mengalami kebocoran ini, namun perubahan bentuk yang mudah kemungkinan merupakan trade-off bagi vesikel agar dapat dengan cepat mengemas neurotransmiter.

Ryan dan timnya berharap temuan ini dapat membantu, tidak hanya dalam pemahaman mendasar otak manusia, namun juga secara klinis.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com