Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menilik Penggunaan Styrofoam, Lebih Banyak Bahaya atau Manfaatnya?

Kompas.com - 27/09/2023, 15:31 WIB
Usi Sulastri,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

KOMPAS.comStyrofoam adalah bahan yang akrab dalam kehidupan sehari-hari kita dan telah menyusup ke berbagai produk, termasuk wadah makanan dan bungkus belanjaan.

Sifat ringannya, ketahanan terhadap kelembaban, dan isolasi panas yang efisien menjadikannya pilihan populer. 

Baca juga: 5 Jenis Sampah Terbanyak di Bumi, dari Puntung Rokok hingga Styrofoam

Styrofoam terbukti sangat tahan lama dan sulit terurai, bahkan terhadap fotolisis, yaitu penguraian oleh foton dari sumber cahaya.

Styrofoam, yang sesungguhnya merupakan merek dagang untuk Expanded Polystyrene (EPS), terbuat dari partikel polistiren yang dikenai perlakuan uap air sehingga mengembang menjadi bahan EPS.

Tidak kurang dari 95 persennya terdiri dari udara, dan dengan kemampuan isolasi yang luar biasa, menjaga suhu produk tetap optimal selama pengiriman tanpa menambah beratnya.

Menurut Society of Environmental Journalists, proses dekomposisi Styrofoam memerlukan waktu hingga 500 tahun sebelum benar-benar terurai, dikutip dari Love to Know pada Rabu (27/9/2023).

Meskipun kelebihan-kelebihan ini, perhatian terhadap Styrofoam terus meningkat karena dampak serius yang ditimbulkannya pada lingkungan. 

Apa dampak yang diakibatkan oleh Styrofoam?

Dampak dari penggunaan Styrofoam sangatlah signifikan dan beragam, seperti yang dilansir dari Sustainable Business Toolkit pada Rabu (27/9/2023).

Baca juga: Sampah Styrofoam di Bali Meningkat Sejak Pandemi Covid-19, Bagaimana Strategi Pengelolaannya?

1. Pencemaran lingkungan

Produk Styrofoam tidak dapat mengalami dekomposisi alami, yang berarti mereka tidak akan mengalami perubahan seiring berjalannya waktu.

Sebaliknya, Styrofoam ini akan terpecah menjadi fragmen-fragmen kecil yang akan tetap ada di lingkungan selama berabad-abad. Selain itu, Styrofoam yang mencemari tempat pembuangan sampah juga melepaskan bahan kimia berbahaya ke dalam lingkungan.

Pembersihan Styrofoam menjadi tugas yang sangat sulit karena seringkali produk ini lolos dari sistem pengumpulan limbah dan berkumpul di daratan dan di perairan, terutama karena mudah tertiup angin.

Akibatnya, potongan-potongan Styrofoam muncul di berbagai tempat, termasuk taman, hutan, pantai, lautan, dan sungai.

2. Ancaman kehidupan hewan

Hewan-hewan sering kali salah mengira Styrofoam sebagai makanan dan menelannya, yang dapat menyebabkan kerusakan atau bahkan kematian akibat kelaparan, tersedak, atau akumulasi bahan kimia dalam sistem pencernaan mereka.

Dampak ini mengganggu ekosistem dan dapat berdampak pada kesehatan komunitas ekologi.

Selain itu, dampak negatif ini juga memengaruhi manusia, yang secara tidak sengaja mengonsumsi biota laut yang telah menelan Styrofoam.

Baca juga: Ilmuwan Ungkap Superworm Doyan Makan Styrofoam, Bisakah Jadi Solusi Daur Ulang Plastik?

3. Kontribusi terhadap pemanasan global

Produksi cangkir Styrofoam menghasilkan emisi CO2 ke atmosfer. Untuk setiap cangkir Styrofoam yang diproduksi, sekitar 32,86 gram CO2 dilepaskan ke udara.

Amerika Serikat sendiri memproduksi sekitar 3 juta ton Styrofoam setiap tahun, yang berarti produksi ini menghasilkan sekitar 21 juta ton CO2 setara yang dilepaskan ke atmosfer.

Selain itu, dalam proses produksi Styrofoam, air juga menjadi komponen kunci. Air yang digunakan dalam pembuatan Styrofoam harus melalui proses pengolahan yang menghasilkan emisi tambahan CO2, sekitar 1,3 juta ton setiap tahun.

Walaupun CO2 adalah unsur yang esensial bagi kelangsungan hidup, kelebihan emisi CO2 dari sumber-sumber yang tidak perlu berperan dalam pemanasan global yang merugikan serta bertindak sebagai polutan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com