Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Erma Yulihastin
Peneliti

Ahli klimatologi dan perubahan iklim pada Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN

Tantangan Akurasi Prediksi Cuaca Indonesia

Kompas.com - 02/01/2023, 10:42 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MENGEMBANGKAN model prediksi cuaca numerik (numerical weather prediction) paling akurat untuk wilayah Indonesia merupakan tantangan ilmuwan meteorologi di seluruh dunia. Ini terjadi karena Indonesia menjadi wilayah yang paling sulit diprediksi, padahal Indonesia merupakan wilayah kunci dalam mentransfer energi ke atmosfer dunia melalui sirkulasi global sehingga dinamika cuaca di Indonesia berdampak pada cuaca di negara-negara lain yang berada di lintang menengah dan tinggi.

Klaim bahwa Indonesia menjadi wilayah tropis yang paling sulit diprediksi muncul pada hasil prediksi model global yang dikeluarkan badan riset atmosfer-antariksa-laut dunia melalui produk model global GFS (Amerika), ECMW (Uni-Eropa), ICON (Jerman), dan lainnya, yang secara konsisten menunjukkan bahwa khusus untuk Indonesia, bias eror memiliki nilai tertinggi dibandingkan wilayah lain.

Baca juga: BMKG: Prediksi Cuaca di Wilayah Indonesia hingga 2 Januari 2022

 

Hal inilah juga yang membuat para ilmuwan di dunia bersepakat mencetuskan program Years of the Maritime Continent pada 2017-2022 karena mereka ingin memperbaiki eror model cuaca global yang mereka miliki untuk wilayah Indonesia.

Membangun dan mengembangkan model prediksi cuaca untuk wilayah Indonesia secara mandiri menjadi kebutuhan mutlak sekaligus output yang paling menantang bagi riset di bidang prediksi cuaca, tidak hanya untuk keperluan nasional tapi juga dapat memberikan sumbangsih bagi model global yang telah dikembangkan oleh badan-badan riset atmosfer di dunia.

Sejak tahun 2010, Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer LAPAN fokus mengembangkan model prediksi cuaca numerik melalui konsep decision support system yang didedikasikan untuk membantu badan operasional terkait cuaca dan kebencanaan di Indonesia yang dinamakan dengan SADEWA (Satellite-based Disaster Early Warning System).

SADEWA menggunakan model prediksi cuaca numerik yang bersifat free dan open source bernama WRF (Weather Research and Forecasting) dan saat ini menjadi satu-satunya model cuaca paling handal dan digunakan secara luas oleh para ilmuwan meteorologi untuk melakukan pengembangan prediksi dan riset di bidang sains atmosfer.

SADEWA menjadi satu-satunya model prediksi cuaca di Indonesia yang secara konsisten terus-menerus dikembangkan dan paling unggul dalam resolusi spasial dan waktu, serta dalam mengakomodasi perubahan cepat dinamika cuaca di Indonesia.

SADEWA dengan resolusi spasial 1 km juga telah teruji mampu menangkap fenomena extreme event secara intensitas, durasi, dan timing, berkaitan dengan hujan ekstrem dini hari dan persisten yang terjadi di Jakarta dan menimbulkan banjir besar di Jakarta pada 2020 dan 2021.

Namun, kehandalan prediksi SADEWA harus terus menerus ditingkatkan seiring dengan kondisi atmosfer yang terus memanas sebagai dampak perubahan iklim yang semakin berdampak menggagalkan prediksi.

Strategi Meningkatkan Akurasi

Semua ilmuwan bersepakat bahwa ada lima hal yang harus dilakukan untuk meningkatkan akurasi prediksi cuaca numerik yaitu:

1. Meningkatkan resolusi spasial dan waktu.

Saat ini SADEWA memiliki resolusi spasial 5 km untuk wilayah Indonesia dan 1 km untuk Jawa bagian barat, dengan resolusi waktu tiap 1 jam hingga 3 hari mendatang. Mengapa hanya sampai tiga hari? Karena tiga hari merupakan waktu optimum untuk hasil prediksi cuaca dengan akurasi medium-skill.

Prediksi lebih dari tiga hari untuk wilayah Indonesia akan mengalami pengurangan skill secara signifikan menjadi low-skill bahkan very low-skill. Prediksi SADEWA akan lebih baik dalam hal menangani kejadian cuaca ekstrem pada skala lokal jika memiliki resolusi 1 km untuk wilayah Indonesia.

2. Memperbarui input model sesering mungkin dengan melakukan updating secara berkala.

Pembaruan input SADEWA dilakukan setiap enam jam atau sebanyak empat kali dalam sehari. Hal ini bertujuan untuk mengantisipasi situasi sinoptik cuaca yang telah berubah karena kondisi cuaca di Indonesia sangat dinamis.

Baca juga: Dampak Cuaca Ekstrem di Indonesia akibat Fenomena Dinamika Atmosfer

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com