KOMPAS.com – Beberapa wanita memiliki tekanan darah tinggi selama kehamilan. Hal ini dapat menimbulkan risiko kesehatan bagi ibu dan sang bayi, baik saat kehamilan atau setelah melahirkan.
Untuk menghindari risiko tersebut, wanita hamil sangat disarankan untuk mengontrol tekanan darahnya dengan baik.
Sebaiknya, konsultasi dengan dokter untuk menemukan cara yang paling tepat untuk mengontrol tekanan darah sebelum, saat, dan setelah kehamilan.
Dilansir dari Centers for Disease Center and Prevention (CDC), berikut adalah jenis kondisi tekanan darah tinggi sebelum, saat, dan setelah kehamilan:
1. Hipertensi kronis
Hipertensi kronis merupakan kondisi yang biasanya dialami sebelum hamil atau sebelum usia kehamilan memasuki 20 minggu.
Baca juga: Vaksin Moderna Segera Dipakai di Indonesia, Bisakah untuk Ibu Hamil?
Wanita yang memiliki hipertensi kronis juga dapat mengalami preeklamsia pada trimester kedua atau ketiga selama kehamilan.
2. Hipertensi gestasional
Hipertensi gestasional terjadi ketika wanita hamil memiliki tekanan darah tinggi dan tidak memiliki protein dalam urin atau masalah jantung dan ginjal.
Hipertensi gestasional ini biasanya akan hilang setelah melahirkan. Namun, beberapa wanita dengan kondisi ini memiliki risiko lebih tinggi terserang hipertensi kronis di masa mendatang.
3. Preeklamsia/eklampsia
Preeklamsia terjadi ketika wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah tiba-tiba mengalami lonjakan tekanan darah dan protein dalam urin setelah 20 minggu kehamilan.
Dalam beberapa kasus, wanita yang mengalami preeklamsia dapat mengalami kejang. Ini disebut eklampsia, yang merupakan keadaan darurat medis.
Baca juga: Alasan Wanita yang Pernah Hamil Tak Boleh Jadi Donor Plasma Konvalesen
Menurut CDC, komplikasi tekanan darah tinggi selama kehamilan tak hanya dialami oleh ibu, tetapi juga bayi yang dikandungnya.
Berikut adalah komplikasi tekanan darah tinggi selama kehamilan untuk ibu dan bayi yang harus diwaspadai: