Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

3 Alasan Epidemiolog Sebut Penggunaan GeNose di Stasiun Kereta Tak Tepat

Kompas.com - 29/01/2021, 18:05 WIB
Ellyvon Pranita,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Ahli Epidemiologi dan Peneliti Pandemi dari Griffith University Australia, Dicky Budiman mengatakan bahwa alat deteksi Covid-19 melalui napas yang disebut GeNose sebaiknya digunakan di rumah sakit bukan stasiun kereta api.

Dicky menilai alat uji tes napas GeNose yang sedang ramai digaungkan akan dipakai di Indonesia sebagai alat skrining kasus infeksi Covid-19, penempatannya tidak tepat jika diadakan di stasiun dan terminal bus.

"Berbasis dari risetnya sendiri, mesinnya (GeNose) sudah dimodifikasi dalam realita kondisi rumah sakit. Tentu rumah sakit dan populasi umum itu berbeda," kata Dicky kepada Kompas.com, Jumat (29/1/2021).

Baca juga: Mengenal GeNose Alat Deteksi Virus Corona, Bisakah Gantikan PCR?

Untuk diketahui, Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi sebelumnya mengatakan, bahwa GeNose akan digunakan mulai dari 5 Februari 2021 di stasiun kereta api jarak jauh.

Alat ini juga akan digunakan di terminal, namun pengecekan terhadap calon penumpang nantinya dilakukan secara acak.

Menhub Budi berharap penggunaan GeNose ini dapat lebih meringankan beban penumpang kereta api dan bus, karena harga tes yang murah, yakni Rp 20.000.

"Katakanlah (harga tiket kereta) Jakarta-Bandung Rp 100.000, kalau mesti tes antigen Rp 100.000 lagi kan mahal. Dengan GeNose ini harganya hanya Rp 20.000," ujar Budi, Minggu (24/1/2021).

Alasan tidak bisa dipakai di stasiun

Dicky menyebutkan ada beberapa alasan kenapa alat GeNose yang ada di Indonesia saat ini, sebaiknya tidak dipergunakan di stasiun ataupun terminal bus. Tapi, lebih baik dipergunakan di rumah sakit atau puskesmas.

1. Basis riset target populasi

Dicky mengatakan, jika penggunaan alat GeNose direncanakan dipakai di sarana publik ataupun transportasi umum, itu artinya target populasi adalah masyarakat umum.

Sementara, sejak awal target populasi dari riset yang dilakukan terhadap alat GeNose adalah orang yang berisiko rentan terinfeksi Covid-19, yaitu populasi di pelayanan kesehatan.

"Dan ini ditambah lagi dengan kondisi di mana di (uji klinik) fase 2 nya itu pun, tetap dilakukan di lingkungan kasus atau potensi positifnya jauh lebih besar jika dibandingkan dengan kondisi populasi umum, yang di sini menjadi dalam lagi terkait clash in balance (perselisihan keseimbangan riset dan penerapan lapangan)-nya antara positif dan negatif," jelas dia.

Hal ini dikarenakan, di populasi umum, tentu partisipan yang positif justru lebih sedikit dibandingkan dengan yang di rumah sakit.

Pasalnya, umumnya saat ini orang yang di rumah sakit, tentunya mereka sudah melakukan cek terlebih dahulu apakah mereka membawa atau terinfeksi virus atau tidak.

Baca juga: Kantongi Izin Edar, Ahli Sarankan Tes GeNose Tak Dipakai Luas Dulu

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com