Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Epidemiolog: PSBB Jawa-Bali Saja Tak Cukup Landaikan Kasus Covid-19

Kompas.com - 08/01/2021, 12:03 WIB
Ellyvon Pranita,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pemerintah RI akan kembali memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) mencakup wilayah Pula Jawa dan Bali pada 11-25 Januari 2021.

Pembatasan kegiatan masyarakat secara ketat dalam PSBB Jawa-Bali ini dilakukan untuk mencegah penularan Covid-19 yang semakin masif terjadi di Indonesia.

Untuk diketahui, jumlah terpapar Covid-19 di Indonesia per 7 Januari 2021, pukul 12.00 WIB bertambah 9.321 kasus dalam 24 jam. Sehingga, total kasus pasien terkonfirmasi positif Covid-19 dari awal Maret hingga kemarin adalah 797.723 kasus, dengan 659.437 pasien sembuh dan 23.520 meninggal dunia.

Beberapa aktivitas akan dibatasi, mulai dari perkantoran dengan Work From Home (WFH) sebanyak 75 persen, sampai sektor transportasi umum yang kapasitas dan jam operasionalnya ikut diatur.

Baca juga: Video Viral IGD Penuh, Epidemiolog Sarankan Klinik Demam untuk Skrining Covid-19

Lantas, apakah PSBB Jawa-Bali ini sudah cukup untuk menahan laju penularan Covid-19 di Indonesia?

Menanggapi persoalan ini, pakar epidemiologi dari Griffith University Australia, Dicky Budiman angkat bicara.

Dijelaskan Dicky, tindakan PSBB diberlakukan dengan tujuan untuk membantu melandaikan kurva ketika tren kasus terlalu cepat meningkat.

"Saat ini kan semua indikator awal maupun indikator akhir pandemi meningkat," kata Dicky saat dihubungi Kompas.com, Kamis (7/1/2021).

Indikator awal yang dimaksukan yaitu seperti test positivity rate atau angka kasus pasien terinfeksi dan indikator akhir, yaitu pasien yang dirawat di rumah sakit, dan angka kematian pasien akibat infeksi Covid-19 yang juga terus meningkat trennya.

Baca juga: 100 Dokter Paru Terinfeksi dan 5 Meninggal Akibat Covid-19, Ini 3 Faktor Risikonya

"Nah, ini artinya kita jauh di belakang dari kecepatan virus itu menyebar. Ada jeda waktu yang kecepatannya terlalu jauh dan PSBB itu sifatnya menekan, sehingga memperkecil jeda waktu itu," jelasnya.

Namun, menurut Dicky, sebenarnya ada hal yang perlu digarisbawahi, yaitu PSBB adalah strategi tambahan, dan tidak cukup hanya mengandalkan PSBB saja.

"Artinya harus ada strategi utama yang harus dilakukan oleh pemerintah di setiap tingkatan, yaitu tidak ada yang lain selain peningkatan deteksi dini kasus (tracing), skrining, tes," kata dia.

Deteksi dini kasus dengan tracing, testing maupun treatment (3T) bisa dilakukan dengan membuat klinik demam di puskesmas setiap daerah.

Namun, 3T ini juga harus diimbangi dengan disiplin menjalankan 5M bagi seluruh lapisan masyarakat.

Baca juga: Ilmuwan Ingatkan Mutasi Virus Perburuk Gelombang Covid-19, Kenapa?

5M yang dimaksukan adalah memakai masker, mencuci tangan rutin, menjaga jarak aman minimal 1,5 meter, membatasi mobilitas dan interaksi, serta mencegah kerumunan dan keramaian atau menghindari.

Nah, terkait PSBB Jawa-Bali yang akan diberlakukan mulai 11-25 Januari 2021 mendatang, Dicky tidak mempermasalahkan kebijakan tersebut.

Hanya saja, menurut dia, jika diperbandingkan masa PSBB dengan kondisi pandemi Covid-19 di Indonesia saat ini, maka waktu 2 minggu untuk pelaksanaan PSBB itu tidaklah cukup.

"Nah, ini kita harus lihat dampaknya dalam dua minggu, yang jelas umumnya namanya lockdown atau PSBB itu efektif minimal 1 bulan, enggak akan cukup dua minggu," tuturnya.

Serta, setelah pelaksanaan diberlakukannya PSBB Jawa-Bali itu selesai, maka harus ada evaluasi berbagai pihak terkait beserta pakar-pakar yang relevan untuk dapat memetakan strategi apa yang baik dilakukan untuk ke depannya lagi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com