Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

Covid-19 Bukan Pandemi Terakhir, Ini Pelajaran dari 4 Pandemi yang Mengubah Sejarah

Kompas.com - 16/06/2020, 20:02 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: David Griffin & Justin Denholm

Sepanjang sejarah, kehidupan manusia telah dipengaruhi oleh adanya berbagai macam penyakit menular. Dan tentu, krisis COVID-19 saat ini tidak akan menjadi yang terakhir.

Namun, kita dapat memanfaatkan berbagai ilmu dan pengetahuan yang telah kita dapatkan dari pengalaman manusia dalam bertahan hidup dari berbagai pandemi yang telah tercatat dalam sejarah.

Maka dari itu, saat ini kita dapat mengatasi pandemi global ini dengan lebih baik.

1. Wabah Pes atau ‘Black Death’ (abad ke-14)

Meski wabah penyakit pes (disebabkan oleh bakteri Yersinia pestis) masih terdapat di beberapa belahan dunia lainnya, berikut adalah 2 pandemi pes yang paling terkenal.
Wabah Yustianius yang terjadi pada 541 Masehi, dan berlangsung selama 200 tahun, telah memusnahkan jutaan jiwa.

Wabah ini terjadi dalam beberapa gelombang di Eropa, Afrika Utara, dan Timur Tengah. Wabah ini telah mengganggu ambisi Kekaisaran Romawi untuk berekspansi (namun, beberapa peneliti mengatakan bahwa dampak dari wabah ini telah dilebih-lebihkan).

Setelah itu, muncul juga pandemi pada Abad ke-14, yang lebih terkenal. Pandemi ini kemungkinan muncul pertama kali di Cina, dan telah membinasakan populasi manusia di Asia, Eropa, dan Afrika bagian utara.

Salah satu ‘warisan’ penting dalam bidang kesehatan masyarakat, yaitu konsep dari “karantina”, muncul dari wabah pes Abad ke-14. Kata “karantina” itu sendiri berasal dari istilah dari Venesia, yaitu “quarantena”, yang artinya 40 hari.

Pandemi Black Death pada abad ke-14 diperkirakan telah memicu munculnya berbagai reformasi dalam bidang sosial, ekonomi, kesenian, dan budaya pada era abad pertengahan di Eropa.

Hal ini menggambarkan bagaimana pandemi penyakit menular dapat menjadi titik balik utama dalam sejarah, akibat dampaknya yang sangat berpengaruh dan bertahan lama.

Sebagai contoh, angka kematian yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya krisis kekurangan tenaga kerja, yang akhirnya akan memicu terjadinya kenaikan upah dan penurunan harga tanah, yang pada akhirnya akan menciptakan kondisi kehidupan yang lebih baik, dan meningkatkan kebebasan bagi rakyat kelas bawah.

Pada saat itu, berbagai otoritas berwenang kehilangan kredibilitasnya, karena dianggap telah gagal dalam melindungi rakyatnya dari berbagai dampak yang luar biasa akibat dari wabah ini. Maka dari itu, sejak era ini, orang-orang mulai mempertanyakan pemahaman-pemahaman kaku mengenai struktur sosial, tradisi, dan kepercayaan/keagamaan.

Hal ini memicu terjadinya berbagai perubahan mendasar dalam interaksi dan pengalaman masyarakat dalam bidang keagamaan, filsafat, dan politik, lalu diikuti oleh periode Renaisans, yang mendorong munculnya paham humanisme dan transformasi intelektual.

Wabah ini juga membawa pengaruh yang besar dalam bidang kesenian dan literatur. Pada saat wabah ini merebak, seni dan sastra banyak menggunakan tema yang pesimistik dan mengerikan.

Hingga saat ini, masih terdapat berbagai ilustrasi kekerasan dan kematian dalam bentuk narasi Alkitab di berbagai tempat ibadah Kristiani di Eropa.

Dampak dari COVID-19 dalam mempengaruhi kebudayaan pada masa kini masih belum diketahui. Namun saat ini, sebagai akibat dari COVID-19, kita telah melihat terjadinya perubahan-perubahan di bidang ekonomi. Beberapa sektor di bidang industri bangkit, namun beberapa beberapa lainnya juga mengalami penurunan. Beberapa bisnis juga tampaknya akan hilang selamanya.

COVID-19 juga memiliki potensi untuk menormalisasi penggunaan teknologi virtual sebagai sarana untuk bersosialisasi, berbisnis, edukasi, kesehatan, keagamaan, dan bahkan sarana pemerintahan.

2. Pandemi Flu Spanyol (1918)

Flu Spanyol yang terjadi pada 1918 (Perang Dunia I) merupakan salah satu pandemi yang paling mematikan dalam sejarah kehidupan manusia. Hal ini karena kompleksnya interaksi antara bagaimana virus penyebab flu ini bekerja, respons imun manusia, dan juga konteks sosial dari penyebaran virus tersebut.

Virus ini muncul ketika dunia sedang dalam masa yang rentan akibat terjadinya Perang Dunia I, yang berlangsung selama 4 tahun. Akibatnya, malnutrisi dan kepadatan penduduk merupakan hal yang umum pada masa itu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com