LUQMAN adalah sosok bijak bestari. Tersebutlah Luqmanul Hakim atau Luqman The Wise. Namanya di-mention Allah dalam kitab suci Al-Quran.
Bahkan dijadikan nama surat yang ke-31 (Surat Luqman). Namun, Luqman bukan nabi.
Konon ketika diberi pilihan oleh Tuhan, ia menolak mengemban misi kenabian. Ia lebih menginginkan hikmah (kebijaksanaan), yang kemudian kita kenal riwayatnya sampai hari ini.
“Dan sungguh, telah Kami berikan hikmah kepada Luqman…” (QS. Luqman: 12). Paling sering didengar adalah nasihat Luqman kepada anaknya.
Baca juga: Hikmah Ramadhan: Puasa Nabi Musa
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, ”Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar. Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orangtuamu. Hanya kepada Aku kembalimu” (QS. Luqman: 13-14).
Salah satu episode kisah Luqman yang diperkirakan hidup sezaman dengan Nabi Daud, sekitar abad XI-X sebelum Masehi itu adalah ketika bersama anaknya berjalan-jalan melintasi sebuah pasar.
Luqman menunggangi keledai, sedangkan sang anak berjalan di depan sambil menuntun keledai.
Orang-orang ramai yang melihat pemandangan itu langsung bereaksi, “Kasihan sekali anak kecil itu menuntun keledai, orangtuanya duduk nyaman di atas keledai. Sombong sekali orangtua itu”.
Baca juga: Hikmah Ramadhan: Memberi, Bukan Meminta
Luqman mendengar omongan tersebut. Ia berkata kepada anaknya, “Anakku, dengar yang mereka katakan ya!”
Sejurus kemudian Luqman melompat turun dari keledai. Ia lalu mengangkat anaknya untuk naik di punggung keledai.
Sekarang giliran Luqman yang menuntun keledai yang ditunggangi sang anak. Orang-orang kepo lagi.
Mereka menghardik, “Dasar anak kecil tak punya akhlak, orangtuanya malah berjalan sambil menuntun keledai”.
Luqman kembali mengingatkan anaknya, ”Anakku, dengar ya yang mereka katakan!”
Situasinya serba salah. Orang-orang terus usil. Bapak yang naik keledai, dinilai salah. Giliran anak yang menunggangi keledai, juga salah.
Akhirnya Luqman dan anaknya sama-sama menunggangi keledai itu. Orang-orang yang menyaksikan bertambah marah, “Hah, dua orang itu tidak punya belas kasihan, kok keledai yang kecil itu ditunggangi berdua”.