Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Secara Aturan, Bolehkah Bangunan Menutup Akses Jalan Orang Lain?

Kompas.com - 10/07/2023, 20:00 WIB
Muhdany Yusuf Laksono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Fenomena akses jalan seseorang tertutup akibat keberadaan bangunan gedung atau rumah milik pihak lain beberapa kali terjadi di Indonesia.

Teranyar, seorang warga kehilangan akses jalan keluar masuk rumahnya di Jalan Raya Jatiwaringin, RT 003 RW 004, Kecamatan Pondok Gede, Kota Bekasi.

Dikutip dari pemberitaan Kompas.com, warga tersebut ialah Ngadenin (63). Mengaku sudah sekitar tiga tahun aksesnya tertutup tembok hotel.

"Kurang lebih sudah 3 tahun. Tidak ada (komunikasi) pokoknya langsung dibangun begitu saja," ujar Ngadenin saat ditemui Kompas.com di Pondok Gede, Minggu (9/7/2023).

Karena akses menuju rumahnya sudah ditutup tembok hotel, Ngadenin terpaksa melewati saluran air untuk keluar-masuk rumah.

"Akses satu-satunya kalau mau masuk ke rumah ini ya lewatnya got," tandasnya.

Baca juga: Meski Menikah dengan Orang Indonesia, WNA Tak Bisa Punya Harta Properti Bersama

Berlatar belakang dari fenomena tersebut, sebetulnya secara hukum bolehkah membangun gedung atau rumah yang bangunanya menutup akses jalan orang lain?

Menurut Eddy Leks, selaku Ahli Hukum Pertanahan dan Properti, secara hukum, penutupan akses publik terhadap tanah atau properti pihak lain tentu tidak diperkenankan.

"Hal tersebut melanggar fungsi sosial tanah yang menjadi roh dan prinsip dasar dari Undang- Undang Pokok Agraria (UUPA)," ujarnya dikonfirmasi Kompas.com, Senin (10/07/2023).

Di dalam Pasal 5 UUPA mengatur bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Ketentuan ini kemudian dijelaskan dalam penjelasan umum UUPA.

Penjelasan umum menyatakan, tidak dapat dibenarkan bahwa hak atas tanah dipergunakan (atau pun tidak dipergunakan) semata-mata untuk kepentingan pribadi suatu pihak.

Apalagi jika penggunaan tersebut merugikan masyarakat atau orang lain.

"Fungsi sosial ini kemudian mewujudkan suatu pengaturan bahwa pemilik tanah tidak boleh menutup akses pihak lain yang memiliki atau menguasai tanah," jelasnya.

Eddy Leks menambahkan, perwujudan aturan itu ada di Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah, dan Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 18 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penetapan Hak Pengelolaan dan Hak atas Tanah.

Dua beleid di atas juga mengatur hal serupa, yaitu larangan bagi pemegang hak atas tanah, misalnya hak guna bangunan dan hak pakai, mengurung atau menutup pekarangan atau bidang tanah lain dari lalu lintas umum, akses publik, dan/atau jalan air.

Baca juga: Cegah Orang Luar Beli Lahan Lokal, Pemerintah Kaji Tanah Absentee

 

Bahkan, Permen ATR/Kepala BPN mengatur bahwa komitmen ini harus diberikan oleh pemohon hak atas tanah dan wajib diulang pada saat permohonan perpanjangan dan pembaruan hak atas tanah.

"Jadi, singkatnya, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, penutupan atau pengurungan pekarangan atau bidang tanah dari lalu lintas umum atau akses publik adalah tindakan yang dilarang," pungkasnya.

 

(Penulis: Firda Janati | Editor: Icha Rastika)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com