Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gerakan Benteng: Latar Belakang, Pelaksanaan, dan Kegagalan

Kompas.com - 02/04/2021, 14:49 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

KOMPAS.comGerakan Benteng adalah program perekonomian yang berlaku pada masa Kabinet Natsir dari September 1950 hingga April 1951. Kebijakan ini dicetuskan oleh Soemitro Djojohadikusumo, Menteri Perdagangan era Kabinet Natsir.

Gerakan Benteng berlangsung selama tiga tahun (1950-1953) dan berakhir setelah Kabinet Natsir tak lagi berkuasa.

Program Gerakan Benteng yang bertujuan melindungi pengusaha pribumi ini akhirnya dihentikan karena dianggap gagal.

Sumitro DjojohadikusumoWikimedia Commons Sumitro Djojohadikusumo
Latar belakang

Di awal kemerdekaan, perekonomian Indonesia masih carut marut akibat penjajahan. Indonesia juga masih menanggung utang kepada Belanda hasil dari Konferesi Meja Bundar. Belum lagi revolusi dan perang yang terjadi setelah itu.

Kolonial mewarisi perekonomian yang timpang di mana yang berkuasa yang menguasai sumber daya. Akibatnya, rakyat pribumi biasa sulit mencapai kesejahteraan.

Di masa Kabinet Natsir (September 1950-Maret 1951), Menteri Perdagangan Sumitro Djojohadikusumo pun mencanangkan Gerakan Benteng yang dimulai sejak April 1950.

Baca juga: Kebijakan Ekonomi pada Masa Demokrasi Liberal

Pelaksanaan

Gerakan Benteng terdiri dari dua kebijakan. Pertama, Gerakan Benteng mengistimewakan importir pribumi.

Importir pribumi diberi kewenangan impor khusus. Selain itu, mereka juga menerima jatah devisa dengan kurs murah.

Kedua, kebijakan ekonomi dilakukan dengan pemberian kredit modal pada pengusaha yang selama ini sulit memperoleh pinjaman dari lembaga pendanaan seperti bank.

Lewat Gerakan Benteng, pemerintah memilih pengusaha-pengusaha pribumi yang akan menerima bantuan.

Para pengusaha yang dinamakan importir Benteng ini telah lulus sejumlah persyaratan di antaranya:

  • Merupakan importir baru
  • Berbentuk badan hukum, perseroan terbatas, atau kongsi
  • Memiliki modal kerja minimal sebesar Rp 100.000
  • Modal kerja sekurang-kurangnya 70 persen berasal dari bangsa Indonesia asli (pribumi) atau golongan ekonomi lemah
  • Memiliki kantor untuk pegawai dan tenaga kerja

Selama pelaksanaan Gerakan Benteng, persyaratan ini beberapa kali diubah dan diperbaiki agar benar-benar tepat sasaran dan tidak dimanfaatkan oleh pengusaha yang tidak berhak.

Baca juga: Kondisi Ekonomi pada Masa Demokrasi Liberal

Kegagalan

Selama tiga tahun pelaksanaan, ada sekitar 700 perusahaan yang menerima bantuan dari program Gerakan Benteng.

Namun ditengarai banyak penerima bantuan yang curang. Para pengusaha pribumi hanya dijadikan sebuah alat bagi para pengusaha nonpribumi untuk bisa mendapatkan kredit dari pemerintah.

Ini menjadi salah satu penyebab berakhirnya sistem ekonomi Gerakan Benteng.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com