KUALA LUMPUR, KOMPAS.com - Kasus kekerasan fisik dan tidak digaji kembali dialami oleh pekerja rumah tangga (PRT) asal Indonesia di Malaysia.
Kali ini dialami oleh Nunik -bukan nama sebenarnya- yang berasal dari Banjarnegara, Jawa Tengah (Jateng).
Dia telah menceritakan kasus kekerasan yang dialaminya kepada Dubes RI untuk Malaysia, Hermono.
Baca juga: Sosok Perempuan Malaysia Terduga Penyiksa PRT Asal Indonesia dengan Setrika dan Air Panas
Di hadapan Dubes Hermono, Nunik mengatakan, majikannya dikenal sebagai orang terpandang, yakni mantan politisi bergelar Dato’ pada Partai Politik yang berkuasa saat ini.
Nunik juga bercerita kepada Dubes Hermono bahwa dirinya tidak pernah digaji selama 5 tahun bekerja.
“Majikan saya padahal punya 9 mobil dan rumah mewah 3 lantai tapi saya tidak digaji bertahun-tahun,” kata Nunik, sebagaimana tertuang dalam keterangan tertulis yang dikirim KBRI di Kuala Lumpur kepada Kompas.com, Senin (28/8/2023).
Dia mengatakan kepada Dubes Hermono, bahwa dirinya kerap menerima siksaan fisik dari majikannya sampai menyebabkan luka dan cacat di beberapa bagian tubuh.
Nunik mengaku selama ini tidak pernah menerima perawatan medis yang semestinya.
KBRI melaporkan, di hadapan Dubes Hermono, dia terlihat bergetar dan berlinang air mata ketika sedang menerangkan sejumlah kejadian kekerasan fisik yang dialaminya selama lima tahun.
Baca juga: ART Asal Sumut Alami Penyiksaan dan Kekerasan Seksual Hampir 3 Tahun di Malaysia
Nunik mengaku di antaranya pernah diguyur air panas oleh majikannya sampai meninggakan bekas luka serius di beberapa bagian tubuh. Dia juga bercerita pernah dipukul di bagian jari.
Selain oleh majikannya, Nunik mengaku pernah menerima kekerasan fisik oleh supir sang majikan.
PRT asal Banjarnegara itu menyebut, kekerasan fisik yang dia terima akibat kesalahan yang tidak jelas alasannya.
Karena tidak tahan, Nunik pernah mencoba kabur dari rumah majikannya pada tahun kedua bekerja. Namun, dia gagal karena ditemukan majikan dan akhirnya diberi hukuman fisik serta dipaksa kembali bekerja.
Selama bekerja, Nunik mengaku hanya diberikan kesempatan berkomunikasi dengan keluarganya pada tahun pertama saja, selebihnya tidak pernah diberikan kesempatan lagi.
“Saya sudah tidak tahan lagi menerima siksaan-siksaan majikan, jadi berusaha kabur dan ingin kembali ke Indonesia," ungkap Nunik kepada Dubes Hermono.