Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Trias Kuncahyono
Wartawan dan Penulis Buku

Trias Kuncahyono, lahir di Yogyakarta, 1958, wartawan Kompas 1988-2018, nulis sejumlah buku antara lain Jerusalem, Kesucian, Konflik, dan Pengadilan Akhir; Turki, Revolusi Tak Pernah Henti; Tahrir Square, Jantung Revolusi Mesir; Kredensial, Kearifan di Masa Pagebluk; dan Pilgrim.

Myanmar, Ujian Terberat ASEAN

Kompas.com - 12/11/2022, 16:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

ASEAN terbukti tidak efektif dalam menanggapi tindakan brutal militer Myanmar terhadap rakyat negeri itu, sejak kudeta pada 1 Februari 2021. Begitu pendapat Joshua Kurlantzick (Council on Foreign Relations, 29 Agustus 2022).

Pendapat Joshua Kurlantzick tersebut bisa dikatakan keras terhadap organisasi regional (ASEAN) yang oleh Khisore Muhbubani dan Jeffry Sng, disebut sebagai mukjizat. Bahkan keduanya menyebut ASEAN, katalis perdamaian, seperti judul bukunya The ASEAN Miracle: A Catalyst for Peace (2017).

Mukjizat itu memang terjadi. ASEAN telah menyatukan 10 negara yang berbeda-beda dalam banyak hal, termasuk agama. Ada banyak agama yang dianut penduduk di negara-negara ASEAN, tetapi tetap bisa hidup rukun dalam harmoni.

Baca juga: KTT ASEAN Peringatkan Myanmar: Pastikan Rencana Perdamaian, jika Tidak...

Tetapi, seperti kata Joshua Kurlantzick, ASEAN terbukti tidak efektif dalam menanggapi tindakan brutal militer Myanmar. Memang, karena tindakan brutal rezim militer yang berkuasa sejak merebut kekuasaan kembali pada 1 Februari 2021, Myanmar bisa dikatakan "wajah hitam" ASEAN.

Maka, saat di Phnom Phen, Kamboja digelar KTT ke-40 ASEAN saat ini, kiranya pas untuk menyodorkan masalah Myanmar yang telah menjadi beban berat bagi ASEAN.

Tidak mudah, memang, bagi ASEAN untuk mengambil tindakan, seperti sanksi keras terhadap salah satu anggotanya itu. Sebab, di sana (Myanmar) ada kekuatan besar yang memiliki kepentingan ekonomi, militer, dan geostrategis. Tetapi, apakah ASEAN tetap akan diam saja, diperlakukan "tidak pantas" oleh Myanmar?

Ada banyak hal yang membuat rumit dan pelik penyelesaian masalah Myanmar ini. Baik itu faktor internal maupun eksternal ASEAN.

Puing-puing berserakan di sekitar bangunan kayu yang hancur di dekat Desa Aung Bar Lay, kotapraja Hpakant, negara bagian Kachin di Myanmar pada Senin (24/10/2022).  Serangan udara oleh militer Myanmar menewaskan puluhan orang, termasuk penyanyi dan musisi, yang menghadiri perayaan ulang tahun Kachin organisasi politik utama etnis minoritas, anggota kelompok dan seorang pekerja penyelamat mengatakan Senin.Associated Press (AP) Puing-puing berserakan di sekitar bangunan kayu yang hancur di dekat Desa Aung Bar Lay, kotapraja Hpakant, negara bagian Kachin di Myanmar pada Senin (24/10/2022). Serangan udara oleh militer Myanmar menewaskan puluhan orang, termasuk penyanyi dan musisi, yang menghadiri perayaan ulang tahun Kachin organisasi politik utama etnis minoritas, anggota kelompok dan seorang pekerja penyelamat mengatakan Senin.
Tiga Kubu

Saat ini, kata Scot Marciel (United States Institute of Peace, 22 Agustus 2022), komunitas internasional berkait dengan Myanmar dapat dibagi menjadi tiga kelompok.

Pertama, kelompok tak tahu malu, yakni Rusia, China, dan India. Mereka ini disebut kelompok tak tahu malu, karena mendukung junta militer yang berkuasa dengan mengkudeta pemerintahan sah hasil pemilu demokratis. Junta militer Myanmar tidak hanya kudeta tetapi juga sangat brutal terhadap rakyatnya.

Meski demikian, ketiga negara itu mendukung junta militer. Rusia dan China memasok kebutuhan senjata Myanmar. Memang, kata Wai Moe (Fulcrum,12 Oktober 2022), motivasi utama Myanmar menjalin hubungan dengan mereka adalah mendapatkan senjata guna menghadapi (istilah rezim) kelompok bersenjata.

Tatmadaw (militer Myanmar) berpaling ke Rusia untuk modernisasi dan pelatihan militer. Kebijakan ini diambil sebelum Min Aung Hlaing menjadi Panglima Tertinggi tahun 2011 (dan kemudian melakukan kudeta Februari 2021). Ketika itu, Tatmadaw juga meminta bantuan Rusia dalam memodernisasi sistem pertahanan udara Myanmar.

Baca juga: Menlu Sebut Pemimpin ASEAN Kecewa dengan Situasi Myanmar

Kata Sebastian Strangio (The Diplomat, 7 September 2022), hubungan antara Rusia dan Myanmar sudah baik bahkan sebelum kudeta Februari 2021. Pemerintah Rusia memberikan dukungan tanpa henti pada junta militer yang berkuasa untuk menghancurkan kelompok perlawanan bersenjata di Myanmar.

Tentang hubungan eratnya militer Myanmar dan Rusia itu juga dijelaskan Narayanan Ganesan, Hiroshima City University (5 November 2022, East Asia Forum). Kata Narayanan, hubungan antara Myanmar dan Rusia berfokus pada militer. Myanmar telah lama mengandalkan Rusia untuk pelatihan para perwira militernya, terutama di angkatan udara.

Sementara China menjadi sekutu dekat bagi Myanmar. Ini terbukti pada saat Myanmar menjadi sasaran sanksi internasional, dijatuhi sanksi secara berkala dan pada tingkat yang berbeda-beda sejak tahun 1962. Sanksi yang lebih luas dan embargo senjata yang dijatuhkan Barat pada Myanmar, setelah kudeta 1988, mendorong Myanmar makin dekat dengan China.

Dengan India, Myanmar berbagi perbatasan sepanjang 1.600 km dan lingkungan maritim di Teluk Bengala. Kedua negara menyepakati perjanjian kerja sama intelijen untuk mengatasi pemberontak India yang beroperasi di sepanjang perbatasan. (DW, 2/8/2022)

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Rangkuman Hari Ke-807 Serangan Rusia ke Ukraina: Putin Angkat Lagi Mikhail Mishustin | AS Pasok Ukraina Rp 6,4 Triliun

Rangkuman Hari Ke-807 Serangan Rusia ke Ukraina: Putin Angkat Lagi Mikhail Mishustin | AS Pasok Ukraina Rp 6,4 Triliun

Global
ICC Didesak Keluarkan Surat Perintah Penangkapan Netanyahu

ICC Didesak Keluarkan Surat Perintah Penangkapan Netanyahu

Global
143 Negara Dukung Palestina Jadi Anggota PBB, AS dan Israel Menolak

143 Negara Dukung Palestina Jadi Anggota PBB, AS dan Israel Menolak

Global
AS Akui Penggunaan Senjata oleh Israel di Gaza Telah Langgar Hukum Internasional

AS Akui Penggunaan Senjata oleh Israel di Gaza Telah Langgar Hukum Internasional

Global
[POPULER GLOBAL] Netanyahu Tanggapi Ancaman Biden | Pembicaraan Gencatan Senjata Gaza Gagal

[POPULER GLOBAL] Netanyahu Tanggapi Ancaman Biden | Pembicaraan Gencatan Senjata Gaza Gagal

Global
Saat Dokter Jantung Ladeni Warganet yang Sebut Non-Perokok sebagai Pecundang...

Saat Dokter Jantung Ladeni Warganet yang Sebut Non-Perokok sebagai Pecundang...

Global
Agungkan Budaya Gila Kerja, Petinggi Mesin Pencari Terbesar China Malah Blunder

Agungkan Budaya Gila Kerja, Petinggi Mesin Pencari Terbesar China Malah Blunder

Global
Karyawan Ini Nekat Terbang Sebentar ke Italia demi Makan Pizza, Padahal Besok Kerja

Karyawan Ini Nekat Terbang Sebentar ke Italia demi Makan Pizza, Padahal Besok Kerja

Global
Warga Israel Bakar Kompleks Gedung UNRWA di Yerusalem Timur

Warga Israel Bakar Kompleks Gedung UNRWA di Yerusalem Timur

Global
100.000 Orang Terpaksa Tinggalkan Rafah Gaza di Bawah Ancaman Serangan Darat Israel

100.000 Orang Terpaksa Tinggalkan Rafah Gaza di Bawah Ancaman Serangan Darat Israel

Global
Jeda Pengiriman Senjata AS Tak Berdampak, Israel Terus Gempur Rafah

Jeda Pengiriman Senjata AS Tak Berdampak, Israel Terus Gempur Rafah

Global
Kontestan Israel Lolos ke Final Kontes Lagu Eurovision, Tuai Kecaman

Kontestan Israel Lolos ke Final Kontes Lagu Eurovision, Tuai Kecaman

Global
Selama 2024, Heatstroke di Thailand Sebabkan 61 Kematian

Selama 2024, Heatstroke di Thailand Sebabkan 61 Kematian

Global
Mesir Ungkap Kunci Hamas dan Israel jika Ingin Capai Kesepakatan Gencatan Senjata Gaza

Mesir Ungkap Kunci Hamas dan Israel jika Ingin Capai Kesepakatan Gencatan Senjata Gaza

Global
Perundingan Gencatan Senjata Gaza di Kairo Berakhir Tanpa Kesepakatan

Perundingan Gencatan Senjata Gaza di Kairo Berakhir Tanpa Kesepakatan

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com