Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UU Disinformasi Baru Turkiye Buat Raksasa Media Sosial dalam Dilema

Kompas.com - 22/10/2022, 12:30 WIB
Tito Hilmawan Reditya

Penulis

Sumber Reuters

ISTANBUL, KOMPAS.com - Perusahaan media sosial tidak mungkin sepenuhnya mematuhi undang-undang baru Turkiye yang mengharuskan mereka untuk menghapus konten "disinformasi" dan membagikan data pengguna dengan pihak berwenang, kata para analis.

Menurut para analis, hal itu bisa meningkatkan ancaman kemungkinan gangguan platform sebelum pemilihan umum tahun depan.

Dilansir Reuters, Facebook, Twitter, Google, dan lainnya diharuskan untuk sepenuhnya mematuhi undang-undang pada April mendatang atau menghadapi kemungkinan larangan iklan dan akhirnya memotong bandwidth mereka.

Baca juga: Turis Tewas dan Terluka dalam Kecelakaan Balon Udara di Cappadocia Turkiye

Ini jelas menimbulkan dilema bagi perusahaan sebelum pemilihan yang ditetapkan pada Juni tahun depan.

Analis dan konsultan mengatakan perusahaan memiliki standar privasi global yang tidak mungkin mereka langgar di Turkiye karena hal itu dapat menjadi preseden berbahaya bagi negara lain yang juga ingin melakukan kontrol pada platform sosial.

"Beberapa dari perusahaan-perusahaan ini sepertinya tidak mematuhi hukum," kata Sinan Ulgen, mitra pendiri di Istanbul Economics, yang berkonsultasi tentang urusan peraturan dan hukum.

"Ini karena persyaratan yang berat, norma privasi serta kerahasiaan data mereka, dan juga untuk menetapkan preseden yang dapat digunakan di yurisdiksi lain," katanya.

Berdasarkan undang-undang, yang mulai berlaku minggu ini, perusahaan harus membagikan informasi pengguna yang berwenang jika mereka memposting konten yang merupakan kejahatan, termasuk informasi yang menyesatkan.

Baca juga: 92 Migran Gelap Ditemukan Telanjang di Perbatasan Turkiye

Perusahaan media sosial diharuskan menunjuk perwakilan Turkiye

Mereka menghadapi bandwidth yang dibatasi hingga 90 persen dengan segera setelah perintah pengadilan jika perwakilan gagal memberikan informasi kepada pihak berwenang.

Para kritikus undang-undang itu mengatakan undang-undang itu dapat memperketat cengkeraman pemerintah di media sosial, salah satu benteng terakhir kebebasan berbicara dan perbedaan pendapat di Turkiye setelah 20 tahun diperintah oleh Presiden Tayyip Erdogan dan Partai AK (AKP) yang berkuasa.

AKP dan sekutu nasionalis mendukung undang-undang tersebut.

Oposisi menjulukinya "undang-undang sensor" dan mengatakan itu bisa mempengaruhi pemilihan parlemen dan presiden Juni, yang menurut jajak pendapat Erdogan bisa kalah.

Undang-undang tersebut terutama dikritik karena memberlakukan hukuman penjara pada pengguna media sosial dan jurnalis yang menyebarkan "disinformasi".

UU juga didasarkan pada undang-undang yang diberlakukan pada perusahaan media sosial pada tahun 2020, dengan tindakan yang jauh lebih keras.

Baca juga: Ironi Insiden Ledakan di Tambang Turkiye, Warga Geram Presiden Erdogan Salahkan “Takdir”

Misalnya, perusahaan akan dianggap "bertanggung jawab langsung" atas konten yang "melanggar hukum" jika mereka tidak menghapusnya dalam waktu empat jam setelah permintaan pihak berwenang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com