KYIV, KOMPAS.com - Ukraina menawarkan menjadi negara netral, jika menerima jaminan keamanan yang memadai dari negara-negara barat, mengabaikan aspirasi untuk bergabung dengan NATO.
Akan tetapi, para analis menilai langkah-langkah itu akan membutuhkan amandemen konstitusi atau referendum, yang keduanya tidak dapat dilakukan di masa perang.
Baca juga: POPULER GLOBAL: Rusia Tak Masalah Dicoret dari G20 | Aturan Pembatasan Pengeras Suara Masjid Saudi
Menurut hukum internasional, negara netral adalah jika negara itu tidak akan ikut campur dalam situasi konflik bersenjata internasional yang melibatkan pihak-pihak yang berperang lainnya.
Negara netral tidak dapat membiarkan pihak yang berperang menggunakan wilayahnya sebagai basis operasi militer, memihak atau memasok peralatan militer.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengakui pada 15 Maret 2022, bahwa Ukraina tidak dapat bergabung dengan NATO.
“Kami telah mendengar selama bertahun-tahun bahwa pintu terbuka, tetapi kami juga mendengar bahwa kami tidak dapat bergabung. Itulah kebenaran yang sangat kami akui,” kata Zelensky, yang dianggap mengabaikan aspirasi Ukraina untuk menjadi anggota NATO.
Baca juga: Perundingan Rusia-Ukraina: Moskwa Berjanji Kurangi Operasi Militer di Kyiv dan Chernihiv
Adapun bagi beberapa orang Ukraina, pernyataan itu juga dianggap sebagai konsesi yang tidak dapat diterima.
Dalam perundingan Rusia-Ukraina di Turki pada Selasa (29/3/2022), perunding Ukraina mengatakan Kyiv siap menerima netralitas, jika di bawah kesepakatan internasional.
Artinya, negara-negara barat seperti Amerika Serikat (AS), Perancis dan Inggris harus meningkatkan jaminan keamanan mereka untuk Ukraina.
Sementara itu aspirasi Ukraina untuk menjadi anggota NATO sebagaimana tertulis dalam konstitusi negara itu, tidak dapat diubah selama darurat militer, seperti yang berlaku sekarang, atau selama keadaan darurat.
Baca juga: Ukraina Terkini: Roket Rusia Meledak di Mykolaiv, 12 Orang Dilaporkan Tewas
Perubahan apa pun akan memerlukan persetujuan dari 300 dari 450 anggota parlemen dalam dua sesi parlemen yang terpisah, dan kemudian divalidasi oleh mahkamah konstitusi.
“Tidak ada 300 suara hari ini, tetapi jika konflik berlanjut dan kami melihat NATO tidak membantu, pendapat bisa berubah,” kata ilmuwan politik Ukraina, Volodymyr Fesenko dilansir dari Guardian pada Rabu (30/3/2022).
“Kekecewaan Zelensky dengan bantuan NATO yang tidak mencukupi mengubah opini publik. Bagi kami, NATO adalah konsesi yang paling sederhana dan paling tidak menyakitkan,” tambahnya.
Guardian melaporkan survei terbaru yang dilakukan oleh perusahaan jajak pendapat Rating awal bulan ini menunjukkan 44 persen warga Ukraina merasa negara mereka harus bergabung dengan NATO.
Persentase itu turun dua poin dari jajak pendapat yang dilakukan pada Februari, sebelum invasi Rusia ke Ukraina dimulai.
Sekitar 42 persen percaya Ukraina harus terus bekerja sama dengan NATO, tetapi tidak bergabung.
Baca juga: Roman Abramovich Dikonfirmasi Berperan dalam Perundingan Rusia-Ukraina, Sejauh Apa Keterlibatannya?
“Orang Ukraina ingin bergabung dengan NATO, tetapi jika Eropa menawarkan keanggotaan Uni Eropa (UE) dan mengusulkan paket keuangan untuk membangun kembali Ukraina, debat NATO dapat dilupakan untuk sementara waktu,” kata Mykola Davydiuk, seorang analis politik yang berbasis di Kyiv.
“Jika Inggris, Perancis, dan Amerika Serikat – tiga kekuatan nuklir – memberikan jaminan keamanan, aliansi semacam itu akan lebih kuat daripada integrasi ke NATO,” tambahnya.
Negosiator Ukraina di Turki pada Selasa (29/3/2022) membandingkan jaminan keamanan yang mereka inginkan dengan Pasal 5 perjanjian NATO, di mana para anggota setuju untuk saling membela jika terjadi agresi militer.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.