Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Maria Ressa Menang Nobel, Filipina Bantah Kekang Kebebasan Pers

Kompas.com - 12/10/2021, 12:54 WIB
Aditya Jaya Iswara

Penulis

Sumber AFP

MANILA, KOMPAS.com - Harry Roque juru bicara Presiden Filipina Rodrigo Duterte pada Senin (11/10/2021) mengatakan, kemenangan Maria Ressa meraih Nobel Perdamaian adalah justru bukti kebebasan pers hidup di negara itu.

Maria Ressa salah satu pendiri situs berita Rappler, dan jurnalis Rusia Dmitry Muratov, dianugerahi Nobel Perdamaian pada Jumat (8/10/2021) atas upaya mereka untuk menjaga kebebasan berekspresi.

Sejak Duterte memimpin Filipina pada 2016, Maria Ressa dan Rappler menghadapi serangkaian tuntutan pidana dan investigasi.

Baca juga: Jurnalis Maria Ressa dan Dmitry Muratov Menang Nobel Perdamaian berkat Membela Kebebasan Berekspresi

Para pendukung media memandangnya sebagai penindasan dari negara atas pemberitaan mereka, termasuk tentang perang narkoba yang mematikan oleh pemerintah.

Duterte menyebut Rappler sebagai "kantor berita palsu", dan Maria Ressa juga menjadi sasaran pesan-pesan kasar secara online.

"Ini adalah kemenangan bagi warga Filipina dan kami sangat senang untuk itu," kata Harry Roque dalam konferensi pers reguler, dikutip dari AFP.

"Kebebasan pers hidup dan buktinya adalah penghargaan Hadiah Nobel untuk Maria Ressa," kata Roque, dalam komentar publik pertama istana kepresidenan tentang penghargaan tersebut.

Kelompok pers dan aktivis hak asasi Filipina memuji Nobel Perdamaian Maria Ressa sebagai kemenangan di negara yang termasuk salah satu paling berbahaya di dunia bagi jurnalis.

Baca juga: Mengenal Maria Ressa, Jurnalis Filipina Penerima Hadiah Nobel Perdamaian 2021

Maria Ressa (58) mengatakan kepada AFP dalam wawancara pada Sabtu (9/10/2021), dia masih berjuang melawan tujuh kasus pengadilan, termasuk banding atas tuduhan pencemaran nama baik di dunia maya, yang membuatnya terancam hukuman enam tahun penjara.

Adapun dua kasus fitnah dunia maya lainnya diberhentikan awal tahun ini.

Maria Ressa yang juga warga negara Amerika Serikat (AS) berharap, hadiah itu akan membantu melindungi dirinya dan jurnalis lain di Filipina dari serangan fisik dan ancaman online.

"Ini 'kami melawan mereka' yang tidak pernah dibuat oleh para jurnalis, itu adalah ciptaan orang-orang yang berkuasa yang ingin menggunakan tipe kepemimpinan yang memecah belah masyarakat," ujar Maria Ressa.

"Saya harap... ini memungkinkan jurnalis melakukan pekerjaan kami dengan baik tanpa rasa takut."

Harry Roque membantah pemerintah menciptakan efek jera bagi media, dengan mengatakan bahwa siapa pun yang mengklaim itu tidak layak menjadi jurnalis.

Dia juga menolak anggapan bahwa Hadiah Nobel untuk Maria Ressa adalah tamparan bagi pemerintah, dengan bersikeras tidak ada yang pernah disensor di Filipina.

"Maria Ressa masih harus membersihkan namanya di pengadilan ka,i," kata Roque, seraya menyebutnya "penjahat yang dihukum".

"Kami menyerahkannya kepada pengadilan untuk memutuskan nasibnya."

Baca juga: Raih Nobel Perdamaian, Jurnalis Filipina Maria Ressa Pernah Kerja di Jakarta

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Rusia dan Ukraina Dilaporkan Pakai Senjata Terlarang, Apa Saja?

Rusia dan Ukraina Dilaporkan Pakai Senjata Terlarang, Apa Saja?

Internasional
Setelah Perintahkan Warga Mengungsi, Israel Serang Rafah, Hal yang Dikhawatirkan Mulai Terjadi

Setelah Perintahkan Warga Mengungsi, Israel Serang Rafah, Hal yang Dikhawatirkan Mulai Terjadi

Global
Jerman Tarik Duta Besarnya dari Rusia, Ini Alasannya

Jerman Tarik Duta Besarnya dari Rusia, Ini Alasannya

Global
Kebun Binatang di China Warnai 2 Anjing Jadi Mirip Panda, Tarik Banyak Pengunjung tapi Tuai Kritik

Kebun Binatang di China Warnai 2 Anjing Jadi Mirip Panda, Tarik Banyak Pengunjung tapi Tuai Kritik

Global
Meski Rafah Dievakuasi, Hamas Tetap Lanjutkan Perundingan Gencatan Senjata

Meski Rafah Dievakuasi, Hamas Tetap Lanjutkan Perundingan Gencatan Senjata

Global
Rusia Ungkap Tujuan Putin Perintahkan Latihan Senjata Nuklir dalam Waktu Dekat

Rusia Ungkap Tujuan Putin Perintahkan Latihan Senjata Nuklir dalam Waktu Dekat

Global
Pria Ini Menyamar Jadi Wanita agar Terhindar Penangkapan, tapi Gagal

Pria Ini Menyamar Jadi Wanita agar Terhindar Penangkapan, tapi Gagal

Global
Cerita Wartawan BBC Menumpang Kapal Filipina, Dikejar Kapal Patroli China

Cerita Wartawan BBC Menumpang Kapal Filipina, Dikejar Kapal Patroli China

Global
Putin Perintahkan Pasukan Rusia Latihan Senjata Nuklir di Dekat Ukraina

Putin Perintahkan Pasukan Rusia Latihan Senjata Nuklir di Dekat Ukraina

Global
Israel Dorong 100.000 Warga Sipil Palestina Tinggalkan Rafah Timur, Apa Tujuannya?

Israel Dorong 100.000 Warga Sipil Palestina Tinggalkan Rafah Timur, Apa Tujuannya?

Global
Fakta-fakta di Balik Demo Mahasiswa AS Tolak Perang di Gaza

Fakta-fakta di Balik Demo Mahasiswa AS Tolak Perang di Gaza

Global
Hezbollah Tembakkan Puluhan Roket Katyusha ke Pangkalan Israel

Hezbollah Tembakkan Puluhan Roket Katyusha ke Pangkalan Israel

Global
Diduga Coba Tembak Pendeta Saat Khotbah, Seorang Pria Ditangkap

Diduga Coba Tembak Pendeta Saat Khotbah, Seorang Pria Ditangkap

Global
Israel Perintahkan Evakuasi Warga dari Rafah Gaza Sebelum Serangan Terjadi

Israel Perintahkan Evakuasi Warga dari Rafah Gaza Sebelum Serangan Terjadi

Global
Arab Saudi Naikkan Harga Minyak karena Prospek Gencatan Senjata Gaza Tampak Tipis

Arab Saudi Naikkan Harga Minyak karena Prospek Gencatan Senjata Gaza Tampak Tipis

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com