MANILA, KOMPAS.com - Harry Roque juru bicara Presiden Filipina Rodrigo Duterte pada Senin (11/10/2021) mengatakan, kemenangan Maria Ressa meraih Nobel Perdamaian adalah justru bukti kebebasan pers hidup di negara itu.
Maria Ressa salah satu pendiri situs berita Rappler, dan jurnalis Rusia Dmitry Muratov, dianugerahi Nobel Perdamaian pada Jumat (8/10/2021) atas upaya mereka untuk menjaga kebebasan berekspresi.
Sejak Duterte memimpin Filipina pada 2016, Maria Ressa dan Rappler menghadapi serangkaian tuntutan pidana dan investigasi.
Baca juga: Jurnalis Maria Ressa dan Dmitry Muratov Menang Nobel Perdamaian berkat Membela Kebebasan Berekspresi
Para pendukung media memandangnya sebagai penindasan dari negara atas pemberitaan mereka, termasuk tentang perang narkoba yang mematikan oleh pemerintah.
Duterte menyebut Rappler sebagai "kantor berita palsu", dan Maria Ressa juga menjadi sasaran pesan-pesan kasar secara online.
"Ini adalah kemenangan bagi warga Filipina dan kami sangat senang untuk itu," kata Harry Roque dalam konferensi pers reguler, dikutip dari AFP.
"Kebebasan pers hidup dan buktinya adalah penghargaan Hadiah Nobel untuk Maria Ressa," kata Roque, dalam komentar publik pertama istana kepresidenan tentang penghargaan tersebut.
Kelompok pers dan aktivis hak asasi Filipina memuji Nobel Perdamaian Maria Ressa sebagai kemenangan di negara yang termasuk salah satu paling berbahaya di dunia bagi jurnalis.
Baca juga: Mengenal Maria Ressa, Jurnalis Filipina Penerima Hadiah Nobel Perdamaian 2021
Maria Ressa (58) mengatakan kepada AFP dalam wawancara pada Sabtu (9/10/2021), dia masih berjuang melawan tujuh kasus pengadilan, termasuk banding atas tuduhan pencemaran nama baik di dunia maya, yang membuatnya terancam hukuman enam tahun penjara.
Adapun dua kasus fitnah dunia maya lainnya diberhentikan awal tahun ini.
Maria Ressa yang juga warga negara Amerika Serikat (AS) berharap, hadiah itu akan membantu melindungi dirinya dan jurnalis lain di Filipina dari serangan fisik dan ancaman online.
"Ini 'kami melawan mereka' yang tidak pernah dibuat oleh para jurnalis, itu adalah ciptaan orang-orang yang berkuasa yang ingin menggunakan tipe kepemimpinan yang memecah belah masyarakat," ujar Maria Ressa.
"Saya harap... ini memungkinkan jurnalis melakukan pekerjaan kami dengan baik tanpa rasa takut."
Harry Roque membantah pemerintah menciptakan efek jera bagi media, dengan mengatakan bahwa siapa pun yang mengklaim itu tidak layak menjadi jurnalis.
Dia juga menolak anggapan bahwa Hadiah Nobel untuk Maria Ressa adalah tamparan bagi pemerintah, dengan bersikeras tidak ada yang pernah disensor di Filipina.
"Maria Ressa masih harus membersihkan namanya di pengadilan ka,i," kata Roque, seraya menyebutnya "penjahat yang dihukum".
"Kami menyerahkannya kepada pengadilan untuk memutuskan nasibnya."
Baca juga: Raih Nobel Perdamaian, Jurnalis Filipina Maria Ressa Pernah Kerja di Jakarta
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.