DHAKA, KOMPAS.com - Kelompok-kelompok hak asasi manusia menyerukan penyelidikan segera, setelah Mohib Ullah, pemimpin terkemuka Rohingya ditembak mati di kamp pengungsi Bangladesh, setelah berbulan-bulan memburuknya kekerasan di pemukiman tersebut.
Mohib Ullah, yang merupakan ketua Masyarakat Arakan Rohingya untuk Perdamaian dan Hak Asasi Manusia (ARPSH), dibunuh oleh orang-orang bersenjata pada Rabu (29/9/2021) malam melansir Guardian.
Baca juga: Tanah Longsor Bangladesh: 10.000 Pengungsi Rohingya Dievakuasi, 14 Orang Tewas
Menurut polisi, ketika itu dia tengah berbicara dengan para pemimpin komunitas lainnya di luar kantornya.
Mohib Ullah adalah advokat terkemuka untuk Rohingya, kelompok minoritas yang telah lama menderita akibat penganiayaan di Myanmar.
Setelah menjadi sasaran tindakan keras militer brutal pada 2017, ratusan ribu orang Rohingya terpaksa mencari perlindungan di seberang perbatasan di Bangladesh.
Mohib Ullah mendokumentasikan pelanggaran yang dilakukan oleh militer Myanmar, dan berkampanye untuk perlindungan yang lebih besar bagi para pengungsi.
Dia juga berbicara di tingkat internasional tentang hak-hak Rohingya, melakukan perjalanan ke Gedung Putih untuk bertemu mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, dan berbicara di Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNHRC) pada 2019.
“Bayangkan Anda tidak memiliki identitas, tidak ada etnis, tidak ada negara. Tidak ada yang menginginkanmu. Bagaimana perasaan Anda? Inilah yang kami rasakan hari ini sebagai Rohingya…,” ujarnya dalam pidatonya kepada UNHRC ketika itu.
Baca juga: 1000 Lebih Pengungsi Rohingya di Bangladesh Terserang Wabah Diare, 4 Orang Tewas
Saat itu, dia juga mengungkapkan genosida sistematis di Myanmar yang dialami kelompoknya selama beberapa dekade.
Menurutnya, warga Rohingya telah kehilangan kewarganegaraan, tanah, dan masjid sebagai tempat beribadah mayoritas warganya juga dihancurkan.
“Tidak ada perjalanan, tidak ada pendidikan tinggi, tidak ada perawatan kesehatan, tidak ada pekerjaan … Kami tidak tanpa kewarganegaraan. Berhenti memanggil kami seperti itu. Kami memiliki negara. Yakni Myanmar,” tegasnya pada pertemuan 2019.
Tidak ada yang mengaku bertanggung jawab atas pembunuhannya. Tetapi seorang pemimpin Rohingya mengeklaim Ullah dibunuh oleh kelompok ekstremis Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA), yang berada di balik beberapa serangan terhadap pos keamanan Myanmar dalam beberapa tahun terakhir.
“Ini adalah ulah ARSA,” katanya kepada AFP.
Baca juga: Viral di Internet, Gerakan Anti-junta Militer Myanmar Dukung Rohingya
Mohib Ullah, yang mengkritik kekerasan di kamp-kamp, telah diancam oleh berbagai kelompok bersenjata.
Yasmin Ullah, seorang aktivis hak-hak Rohingya, mengatakan bahwa lembaga-lembaga telah diperingatkan berkali-kali bahwa Mohib Ullah tidak aman.