Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dorong Transisi Energi, Peta Jalan Nasional Wajib Dirumuskan

Kompas.com - 20/08/2021, 08:45 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Untuk mencapai net zero emission atau emisi nol karbon, pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) harus digenjot.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, EBT harus tumbuh daripada pertumbuhan kebutuhan energi itu sendiri.

Kendati demikian, Fabby yang juga merupakan Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) mengakui itu bukanlah hal yang mudah.

Baca juga: PLTA Kayan Cascade Bakal Tambah 3.300 MW Kapasitas EBT Terpasang

Oleh sebab itu, dibutuhkan diskusi yang intens untuk merumuskan peta jalan yang baik untuk menargetkan penerapan EBT yang ambisius.

“Memang tidak mudah. Negara-negara di seluruh dunia pun tidak punya silver bullet. Semua punya caranya sendiri-sendiri,” kata Fabby dalam webinar yang digelar Indonesia Mining and Energy Forum (IMEF) pada Rabu (18/8/2021).

Sementara itu, Ketua IMEF Singgih Widagdo menyarankan agar pemerintah menyusun peta jalan baru transisi energi agar tidak menimbulkan disrupsi ekonomi.

Singgih mengatakan Kebijakan Energi Nasional (KEN) dan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yang berlaku saat ini masih berorientasi terhadap pemanfaatan energi fosil.

Baca juga: Pemerintah Diminta Waspadai Ketahanan APBN Terkait PLTS Atap Dalam RUU EBT

"KEN dan RUEN yang seharusnya menjadi dasar kebijakan energi sudah tidak prospektif sebagai peta jalan untuk mencapai target emisi karbon," kata Singgih dalam keterangannya sebagaimana dilansir Antara.

Singgih menjelaskan terobosan pemerintah melalui Grand Strategy Energi Nasional (GSEN) perlu diapresiasi.

Namun, karena GSEN tidak termasuk dalam nomenklatur perundangan-undangan, maka perlu diformalkan atau diadopsi substansinya ke dalam revisi KEN dan RUEN.

Dalam KEN dan RUEN yang terakhir disusun pada 2017, pemerintah masih menempatkan porsi minyak dan gas bumi serta batu bara mencakup 77 persen porsi bauran energi nasional pada 2025. Sedangkan porsi EBT hanya 23 persen.

Baca juga: Konversi ke EBT, PLN Bakal Pensiunkan PLTU Batubara Mulai 2026

Bahkan sampai 2050, porsi energi fosil justru masih dominan yaitu 69 persen. Sementara itu, porsi EBT hanya naik menjadi 31 persen.

Regulasi tersebut membuat Indonesia harus menghadapi tantangan besar untuk dapat merealisasikan target penurunan emisi gas rumah kaca dari sektor energi.

Sebagai salah satu negara penanda tangan Persetujuan Paris, Indonesia menghadapi dua pekerjaan rumah yang besar yakni mengejar target pertumbuhan ekonomi 8,0 persen dan menekan emisi karbon.

IMEF menilai tanpa ada kejelasan peta jalan transisi energi nasional, tidak hanya target terancam meleset, tetapi ancaman disrupsi ekonomi dapat terjadi.

"Ketersediaan energi yang memadai menjadi prasyarat utama untuk mencapai pertumbuhan ekonomi," ujar Singgih.

Baca juga: PLTU Bakal Disetop, Harga Listrik Pembangkit EBT Diyakini Tak Lagi Jadi Masalah

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Majikan Ditemukan Meninggal, PRT Ini Sebut karena Bunuh Diri dan Diwarisi Rp 43,5 Miliar

Majikan Ditemukan Meninggal, PRT Ini Sebut karena Bunuh Diri dan Diwarisi Rp 43,5 Miliar

Global
Membaca Arah Kepemimpinan Korea Utara dari Lagu Propaganda Terbaru

Membaca Arah Kepemimpinan Korea Utara dari Lagu Propaganda Terbaru

Internasional
Apa Saja yang Perlu Diketahui dari Serangan Israel di Rafah?

Apa Saja yang Perlu Diketahui dari Serangan Israel di Rafah?

Global
AS Disebut Hentikan Pengiriman 3.500 Bom ke Israel karena Kekhawatiran akan Serangan ke Rafah

AS Disebut Hentikan Pengiriman 3.500 Bom ke Israel karena Kekhawatiran akan Serangan ke Rafah

Global
Rangkuman Hari Ke-804 Serangan Rusia ke Ukraina: Putin Dilantik untuk Periode Ke-5 | Ukraina Gagalkan Rencana Pembunuhan Zelensky

Rangkuman Hari Ke-804 Serangan Rusia ke Ukraina: Putin Dilantik untuk Periode Ke-5 | Ukraina Gagalkan Rencana Pembunuhan Zelensky

Global
Jepang Dinilai Joe Biden Xenofobia, Benarkah?

Jepang Dinilai Joe Biden Xenofobia, Benarkah?

Internasional
AS Optimistis Usulan Hamas Direvisi Lancarkan Gencatan Senjata di Gaza

AS Optimistis Usulan Hamas Direvisi Lancarkan Gencatan Senjata di Gaza

Global
6 Bulan Jelang Pilpres AS, Siapa Bakal Cawapres Trump?

6 Bulan Jelang Pilpres AS, Siapa Bakal Cawapres Trump?

Global
Kabinet Perang Israel Putuskan Lanjutkan Operasi di Rafah Gaza meski Dikecam Internasional

Kabinet Perang Israel Putuskan Lanjutkan Operasi di Rafah Gaza meski Dikecam Internasional

Global
Saat Protes Pro-Palestina oleh Mahasiswa Menyebar di Belanda, Jerman, Perancis, Swiss, dan Austria...

Saat Protes Pro-Palestina oleh Mahasiswa Menyebar di Belanda, Jerman, Perancis, Swiss, dan Austria...

Global
Israel Didesak Buka Kembali Penyeberangan Rafah Gaza, AS Ikut Bersuara

Israel Didesak Buka Kembali Penyeberangan Rafah Gaza, AS Ikut Bersuara

Global
[POPULER GLOBAL] Hamas Setujui Usulan Gencatan Senjata | Pielieshenko Tewas Bela Ukraina

[POPULER GLOBAL] Hamas Setujui Usulan Gencatan Senjata | Pielieshenko Tewas Bela Ukraina

Global
Ukraina Gagalkan Rencana Pembunuhan Zelensky yang Dirancang Rusia

Ukraina Gagalkan Rencana Pembunuhan Zelensky yang Dirancang Rusia

Global
Polisi Bubarkan Demo Mahasiswa Pro-Palestina di Amsterdam dan Berlin

Polisi Bubarkan Demo Mahasiswa Pro-Palestina di Amsterdam dan Berlin

Global
OPCW: Tuduhan Penggunaan Senjata Kimia di Ukraina Tidak Cukup Bukti

OPCW: Tuduhan Penggunaan Senjata Kimia di Ukraina Tidak Cukup Bukti

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com