Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Google Hapus Peta yang Ungkap Identitas Aktivis Pro-demokrasi Thailand

Kompas.com - 29/06/2021, 21:24 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

BANGKOK, KOMPAS.com - Google dilaporkan menghapus adanya peta yang mengungkap identitas data pribadi dan alamat ratusan aktivis pro-demokrasi Thailand.

Raksasa teknologi itu menghapus petanya pada Senin (28/6/2021), dengan alasan doxxing bertentangan dengan ketentuan mereka.

"Kebijakan kami sudah jelas tentang apa yang diterima untuk konten My Maps. Kami menghapus peta buatan pengguna yang melanggar kebijakan kami," jelas Google.

Baca juga: Demonstran Thailand Kembali Turun ke Jalan, Tuntut Perdana Menteri Mundur

Adanya doxxing kepada aktivis pro-demokrasi diungkap oleh jurnalis sekaligus editor bernama Andrew MacGregor Marshall di Twitter.

Kepada Google Thailand, dia menyebut ada puluhan orang yang ditargetkan oleh si pembuat Google Maps.

"Ada alamat dan tuduhan bahwa mereka anti-monarki. Kalian harus menangani ini secepatnya sebelum seseorang terbunuh," kata Marshall.

Map itu dibuat oleh akun bernama Songklod “Pukem” Chuenchoopol, yang disinyalir pendukung monarki "Negeri Gajah Putih".

Dibantu 80 relawan, Pukem mengumpulkan rincian para pengkritik pemerintah dan mengunggahnya di internet.

Meski ada wajah yang ditutupi, namun alamat yang dipaparkan cukup untuk menimbulkan risiko bagi si aktivis.

Baca juga: Gajah di Thailand Jebol Tembok Dapur Rumah Orang dan Curi Sekantong Beras

Dilansir RT, satu peta yang mengungkap hampir 500 pro-demokrasi tersebut sudah dilihat lebih dari 350.000 kali.

Marshall kemudian mengunggah twit lain berisi akun Pukem, yang mengeklaim betapa mudahnya dia membuat map itu.

Dia membacakan misi utama Pukem adalah mengumpulkan 2.000 pengkritik pemerintah, dan menyeretnya ke ranah hukum.

Baca juga: Rencana Vaksinasi Covid-19 Thailand Diprotes dan Diragukan Warganya

Kabar menakutkan ini terjadi setelah pekan lalu, massa berkumpul dan menyuarakan reformasi yang bisa membatasi kekuasaan raja.

Tuntutan mereka adalah mundurnya Perdana Menteri Prayut Chan-o-cha, reformasi konstitusi, dan berakhirnya pelecehan bagi oposisi.

Di Thailand, menghina maupun mengkritik raja merupakan pelanggaran serius dan bisa berakhir selama 15 tahun di penjara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com