NAYPIYDAW, KOMPAS.com - Total warga sipil yang tewas dalam tindakan keras militer Myanmar sudah mencapai lebih dari 500 orang, pada Selasa (30/3/2021).
Melansir AFP pada Selasa (30/3/2021), Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) mengkonfirmasi bahwa total warga sipil yang tewas dibunuh ada 510, tetapi disebutkan bahwa jumlah sebenarnya mungkin jauh lebih tinggi.
Hal itu membuat para pejabat di dunia marah dan meningkatkan kecaman mereka terhadap tindakan keras militer melawan gerakan anti-kudeta Myanmar, yang menuntut pemulihan pemerintahan terpilih dan pembebasan pemimpin sipl Aung San Suu Kyi.
Baca juga: Anak Ini Menangisi Temannya yang Ditembak Mati Aparat Myanmar
Washington menangguhkan pakta perdagangan dengan Myanmar dan kepala PBB Antonio Guterres menyerukan front persatuan global, untuk menekan junta militer setelah lebih dari 100 pengunjuk rasa tewas dalam akhir pekan berdarah.
Sekretaris Jenderal PBB Guterres mendesak pemerintah Myanmar untuk melakukan "transisi demokrasi yang serius".
"Benar-benar tidak dapat diterima melihat kekerasan terhadap orang-orang pada tingkat yang begitu tinggi, begitu banyak orang terbunuh," kata Guterres dalam konferensi pers.
Baca juga: Serangan Sampah Pengunjuk Rasa Myanmar Jadi Taktik Baru Lawan Junta Militer
"Kami membutuhkan lebih banyak persatuan...(dan) lebih banyak komitmen dari komunitas internasional untuk memberikan tekanan guna memastikan bahwa situasinya berbalik (membaik)," katanya.
Presiden AS Joe Biden pada Senin (29/3/2021) mengumumkan bahwa Perjanjian Kerangka Kerja Perdagangan dan Investasi 2013, yang mengatur cara untuk meningkatkan bisnis, akan tetap ditangguhkan sampai demokrasi Myanmar pulih.
"Amerika Serikat mengutuk keras kekerasan brutal pasukan keamanan Burma terhadap warga sipil," kata Perwakilan Dagang AS Katherine Tai, menggunakan nama lama Myanmar, Burma.
Baca juga: Pimpinan Junta Militer Myanmar Gelar Pesta Mewah pada Hari Paling Berdarah sejak Kudeta
Dewan Keamanan PBB berencana akan bertemu pada Rabu (31/3/2021) untuk membahas situasi Myanmar yang telah mencapai korban jiwa sebanyak 510 orang, kata sumber diplomatik, setelah Inggris menyerukan pembicaraan darurat.
Perancis mengutuk kekerasan Myanmar sebagai "buta dan mematikan". China juga ikut menambahkan suara keprihatinan internasional pada Senin (29/3/2021), menyerukan pengekangan dari semua sisi.
Baca juga: AS Jatuhkan Sanksi Ekonomi kepada Myanmar Setelah Lebih dari 100 Orang Tewas dalam Sehari
Rusia mengatakan pihaknya "sangat prihatin" dengan meningkatnya korban sipil, meskipun mengakui pihaknya membangun hubungan dengan otoritas militer Myanmar.
AS, Inggris, dan Uni Eropa (UE) semuanya telah dan menjatuhkan sanksi sebagai tanggapan atas kudeta Myanmar dan tindakan keras junta militer, tetapi sejauh ini tekanan diplomatik belum bisa membujuk para jenderal untuk meredakan langkahnya.
Baca juga: Thailand Paksa Mundur Pengungsi yang Kabur dari Serangan Udara Myanmar
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.