BEIJING, KOMPAS.com - Seorang ibu rumah tangga di Beijing akan dibayar sekitar 50.000 yuan (Rp 109 juta) atas pekerjaannya mengurus rumah selama 5 tahun, setelah bercerai.
Pengadilan Beijing memerintahkan seorang suami memberikan kompensasi kepada istrinya untuk pekerjaan rumah yang selama ini dilakukan selama mereka menikah.
Wanita itu akan menerima 50.000 yuan (Rp 109 juta) untuk 5 tahun kerja yang tidak dibayar, seperti yang dilansir dari BBC pada Rabu (24/2/2021).
Kasus pembayaran kompensasi ini memicu perdebatan besar di dunia maya tentang nilai pekerjaan rumah tangga, dengan beberapa orang mengatakan jumlah kompensasi terlalu sedikit.
Baca juga: AS-Kanada Sepakat Tangkal Pengaruh China
Keputusan itu muncul setelah China memperkenalkan kode sipil baru.
Menurut catatan pengadilan, pria yang diidentifikasi bermarga Chen telah menggugat cerai istrinya yang bermarga Wang, pada 2020, setelah menikah pada 2015.
Wang enggan bercerai awalnya, tetapi kemudian menuntut kompensasi finansial, dengan alasan Chen tidak menanggung pekerjaan rumah dan tidak bertanggungjawab terhadap putranya.
Pengadilan Distrik Fangshan, Beijing memenangkan tuntutan Wang.
Sehingga, Chen diperintahkan untuk membayar Wang setiap bulan sebesar 2.000 yuan (Rp 4,4 juta), serta pembayaran satu kali sebesar 50.000 yuan (Rp 109 juta) untuk pekerjaan rumah yang telah dikerjakan sebelumnya.
Baca juga: Inggris Tantang China Buka Akses bagi PBB ke Xinjiang
Hakim ketua mengatakan kepada wartawan pada Senin (22/2/2021) bahwa pasangan yang bercerai biasanya membagi harta warisan yang berwujud.
"Tapi, pekerjaan rumah tangga merupakan nilai yang tidak berwujud," ujarnya.
Keputusan pembayaran kompensasi dibuat berdasarkan kode sipil baru yang berlaku di negara komunis itu, sejak tahun ini.
Di bawah hukum sipil baru, pasangan berhak untuk mendapatkan kompensasi dalam kasus perceraian. Jika ia lebih bertanggungjawab dalam membesarkan anak, merawat keluarga yang lebih tua, dan membantu pasangan dalam pekerjaan mereka.
Sebelumnya, pasangan yang bercerai hanya dapat meminta kompensasi, jika perjanjian pranikah telah ditandatangani, praktik yang tidak umum di China.
Baca juga: Parlemen Kanada Sepakat Nyatakan China Lakukan Genosida terhadap Muslim Uighur
Di media sosial, kasus percerian ini kemudian memicu perdebatan panas, yang diramaikan dengan tagar terkait di platform Weibo yang telah dilihat lebih dari 570 juta kali.