KOMPAS.com - Beban historis antara Armenia dan Azerbaijan diyakini akan mempersulit upaya internasional untuk mendamaikan kedua negara tersebut.
Ketika Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev berbagi panggung dengan PM Armenia Nikol Pashinyan dalam kesempatan langka di sela-sela Konferensi Keamanan München, Februari silam, keduanya diajak membahas sejarah perseteruan di Nagorno-Karabakah. Pembicaraan itu berlangsung pedas.
“Untuk menyudahi konflik, pertama kita harus kembali dan melihat masalah sejarah,” kata Aliyev yang bersikeras mengeklaim teritorial Azerbaijan terhadap Nagorno-Karabakh didukung “kebenaran sejarah”.
“Saya ingin meminta Presiden Aliyev agar tidak terlalu jauh kembali ke sejarah,” sahut Pashinyan.
Dia menegaskan, kawasan pegunungan itu hanya menjadi bagian Azerbaijan atas dasar sebuah keputusan yang diambil di masa-masa awal Uni Soviet.
Baca juga: Gencatan Senjata antara Armenia dan Azerbaijan Masih Diwarnai Serangan Rudal dan Tembakan
Pertukaran pemikiran tersebut mengungkap betapa tafsir sejarah yang berpaut jauh mempersulit resolusi konflik paling liar yang diwariskan Soviet Rusia di Asia Tengah.
Sejarawan meyakini, beban sejarah merintangi kedua negara mencapai kesepakatan jangka panjang.
Bagi Azerbaijan, Nagorno-Karabakh adalah wilayah teritorialnya. Klaim ini juga didukung secara resmi oleh PBB.
Sebaliknya bagi Armenia, Karabakh yang direbut Kekaisaran Rusia pada awal abad ke-19 hanya menjadi bagian Azerbaijan lantaran keputusan mendadak pemerintah Uni Soviet.
Dalam pembicaraan di München, Pashinyan mengatakan, keputusan memasukkan Nagorno-Karabakah ke dalam wilayah Azerbaijan dibuat pada awal 1920-an, menyusul “insiatif pribadi” Joseph Stalin, yang kala itu menjabat komisaris bangsa-bangsa di Uni Soviet.
Ucapan Pashinyan dibantah oleh Aliyev.
Baca juga: Azerbaijan-Armenia Sudah Gencatan Senjata, Ledakan Masih Melanda Nagorno-Karabakh
Upaya Armenia merebut Karabakh sudah dimulai sejak era Uni Soviet. Langkah ini tidak didukung pemerintah Moskwa saat itu.
Namun, konflik kembali menyeruak ketika pengaruh Rusia melemah dan Uni Soviet berada di jurang keruntuhan.
Armenia kemudian memenangi perang melawan Azerbaijan ketika gencatan senjata disepakati. Akibatnya, ratusan ribu warga Azerbaijan terusir dari Karabakh dan tujuh wilayah lain di Azerbaijan yang diduduki Armenia.
Oleh karena itu juga, warga etnis Armenia saat ini mendominasi populasi penduduk di Nagorno-Karabakh.