Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Bejujung dan Besiar, Pemuda Suku Anak Dalam yang Lolos Kuliah di Unja

Kompas.com - 25/02/2024, 09:56 WIB
Sandra Desi Caesaria,
Ayunda Pininta Kasih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Dua anak muda dari Suku Anak Dalam (SAD) ada yang berjuang untuk bisa lolos masuk Universitas Jambi (Unja).

Suku Anak Dalam adalah salah satu suku minoritas yang mendiami wilayah Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera Selatan. 

Meski banyak juga anggota komunitas SAD tinggal hutan, ada juga yang tinggal di perbatasan hutan dan daerah yang ramai. 

Bahkan ada beberapa anak dari suku ini berhasil masuk perguruan tinggi. Seperti kisah Bejujung dan Besiar, yang saat ini tercatat sebagai mahasiswa aktif di Program Studi Agrobisnis Unja. 

Baca juga: Kisah Fauzan, Ikut Lomba Langsung Dapat Tawaran Kerja dan Lanjut S2

Bejujung dan Besiar berbagi kisah hidupnya dalam menempuh pendidikan tinggi. Mereka bercerita, saat ini ada tiga putra asli Komunitas SAD yang saat ini aktif kuliah di perguruan tinggi, dengan satunya lagi sedang menempuh kuliah di Bogor.

Mereka berdua sudah menjadi sahabat setia selama lebih dari 11 tahun semenjak SD. Tumbuh dan besar di hutan Desa Bukit Suban, Kecamatan Air Hitam, Sarolangun, kemana-mana selalu bersama.

“Kami berdua satu kelas dan satu angkatan 2020. Sudah bersama-sama semenjak SD sampai sekarang kuliah,” tutur Besiar, dilansir dari laman Unja.

Pendidikan mereka dimulai di SDN 191 Pematang Kabau, berlanjut ke SMP Satu Atap 01 Sarolangun. Namun pada jenjang SMA, mereka pernah sampai pindah sekolah sampai 3 kali.

Sementara Bejujung bercerita jika kendala biaya sekolah yang membuatnya berhenti dan pindah sekolah.

Baca juga: Kisah Ajeng, Lulusan SMA yang Jadi Masinis Perempuan di KAI

 

Waktu itu belum ada bantuan biaya dari pihak swasta maupun pemerintah, sampai pada kelas 3 SMA baru ada bantuan biaya pendidikan dari PT. Sari Aditya Loka 1 (PT.SAL 1), sebuah perusahaan perkebunan dan pengolahan kelapa sawit yang berpusat di Desa Muara Delang, Merangin.

Bantuan biaya pendidikan tersebutlah yang akhirnya bisa membawa mereka sampai ke Unja.

Setiap bulannya mereka mendapatkan bantuan sebesar Rp 2,4 juta di luar biaya kuliah.

Bejujung bercerita bahwa pada awalnya orangtuanya tidak merestui ia untuk melanjutkan pendidikan, namun pada akhirnya berubah pikiran semenjak Bejujung menyampaikan pola pikir baru ketika menjadi mahasiswa.

“Kami ini kan tinggalnya di hutan, tidak selamanya kami bisa tergantung pada hutan. Satu-satunya cara untuk mendapatkan pekerjaan yang layak ya dengan sekolah dan menempuh pendidikan. Awalnya orangtua tidak merestui, berawal dari inisiatif saya sendiri. Semenjak kuliah, orang tua akhirnya terbuka pikirannya,” ujar Bejujung.

Bejujung bercita-cita untuk segera mencari kerja setelah menyelesaikan pendidikannya di Unja.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com