Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nadiem: Ada Sanksi Ringan hingga Berat bagi Pelaku Kekerasan di Sekolah

Kompas.com - 08/08/2023, 16:55 WIB
Mahar Prastiwi,
Albertus Adit

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim menekankan, ada beberapa opsi sanksi yang bisa diberikan bagi pelaku kekerasan.

Baik itu pelaku dari peserta didik ataupun pelaku berasal dari kalangan pendidik atau tenaga kependidikan.

Hal ini disampaikan Nadiem Makarim dalam peluncuran Merdeka Belajar Episode ke-25: Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.

Kebijakan dalam Permendikbud Ristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan tentunya berpihak pada korban.

Baca juga: Nadiem: 3 Sosok Ini Dilindungi pada Aturan Baru Kekerasan di Sekolah

Menurut Nadiem, kebijakan memang sengaja dibuat berpihak pada korban karena sudah lama korban justru dikorbankan lagi.

"Mereka menjadi korban saat melapor sehingga tahap pemulihan ini penting untuk melindungi korban dan memulihkan," kata Nadiem Makarim dalam peluncuran Merdeka Belajar Episode ke-25: Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan yang disiarkan langsung di kanal YouTube Kemdikbud RI, Selasa (8/8/2023).

Nadiem menjelaskan, pemberian sanksi penting agar memastikan sinyal kuat bahwa segala bentuk kekerasan di lingkungan satuan pendidikan tidak ditolerir lagi.

Sanksi bisa berupa sanksi ringan dalam bentuk teguran saja hingga berat. Jika pelaku dari peserta didik yang memberi sanksi adalah kepala sekolah.

"Prinsip pemberian sanksi kepada pelaku peserta didik harus bersifat mendidik dan membangun rasa tanggung jawab. Selain itu tetap harus memenuhi hak pendidikan pelaku (peserta didik)," papar Nadiem Makarim.

Baca juga: Alasan Peluncuran Permendikbud PPKSP, Nadiem: Kekerasan di Dunia Maya Lebih Menyakiti

Selain itu ada sanksi berupa pelaku harus ikut program edukatif tertentu untuk mengedukasi dan merehabilitasi.

"Sanksi berat diberikan jika korban tidak bisa berada di dalam sekolah yang sama atau lingkungan yang sama karena pelaku masih disitu. Kepala sekolah punya hak memindahkan pelaku keluar (sekolah)," imbuh Nadiem.

Namun dinas pendidikan juga bertanggung jawab, hak pendidikan pelaku tetap terpenuhi dengan mencarikan sekolah bagi pelaku.

Sementara itu jika pelaku berasal dari pendidik, tenaga kependidikan atau Aparatur Sipil Negara (ASN) yang berhak memberikan sanksi adalah pemerintah daerah (pemda) dalam hal ini kepala dinasnya.

Baca juga: Mendikbud: Ini 3 Mekanisme Pencegahan Kekerasan bagi Sekolah dan Pemda

Opsi sanksi ada beberapa macam, mulai dari sanksi ringan, teguran, pernyataan permohonan maaf hingga sanksi berat yakni pemutusan atau pemberhentian hubungan kerja.

"Ini adalah hal-hal yang bisa diambil langsung tindakan secara administratif di dalam lingkungan Pemda. Laporan ini bisa masuk dan eskalasi sampai ke Kementerian. Kami akan mendata dan evaluasi, mana sekolah-sekolah yang belum pernah ada laporan atau sekolah yang tidak memberi sanksi padahal ada laporan. Ini bagian dari evaluasi kita bersama," ungkap Nadiem Makarim.

Dalam peluncuran Merdeka Belajar Episode ke-25: Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan, Nadiem Makarim juga mengungkapkan berdasarkan data hasil survei Asesmen Nasional tahun 2022, sebanyak 34,51 persen peserta didik (1 dari 3) berpotensi mengalami kekerasan seksual.

Lalu sebanyak 26,9 persen peserta didik (1 dari 4) berpotensi mengalami hukuman fisik, dan 36,31 persen (1 dari 3) berpotensi mengalami perundungan.

Temuan itu juga dikuatkan oleh hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (SNPHAR, KPPPA) tahun 2021 yakni 20 persen anak laki-laki dan 25,4 persen anak perempuan usia 13 sampai dengan 17 tahun mengaku pernah mengalami satu jenis kekerasan atau lebih dalam 12 bulan terakhir.

Baca juga: 8 Pekerjaan Paling Dicari pada 5 Tahun Mendatang

Data aduan yang diterima Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada perlindungan khusus anak tahun 2022 juga menyebutkan kategori tertinggi anak korban kejahatan seksual, yakni anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis, serta anak korban pornografi dan kejahatan siber sebanyak 2.133.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com