Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nadiem: 3 Sosok Ini Dilindungi pada Aturan Baru Kekerasan di Sekolah

Kompas.com - 08/08/2023, 12:24 WIB
Sandra Desi Caesaria,
Dian Ihsan

Tim Redaksi

 

KOMPAS.com - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek), Nadiem Makarim secara resmi meluncurkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (Permendikbudristek PPKSP).

Di aturan itu, kata Nadiem, ada tiga sosok yang dilindungi. 

"Permendikbudristek PPKSP melindungi peserta didik (siswa), pendidik (guru), dan tenaga kependidikan dari kekerasan yang terjadi saat kegiatan pendidikan, baik di dalam maupun di luar satuan pendidikan," ucap Menteri Nadiem saat meluncurkan Merdeka Belajar Episode ke-25 secara daring lewat YouTube Kemendikbud, Selasa (8/8/2023).

Sebelumnya pada Permendikbud Nomor 82 tahun 2015, sasaran perlindungan hanya siswa. Namun dari berbagai kasus yang semakin berkembang dan kemajuan digitalisasi, dia mengaku ada tiga sosok yang harus dilindungi dari kekerasan (bullying).

Baca juga: Mendikbud Nadiem: Ada 6 Bentuk Kekerasan di PAUD-SMA

Permendikbudristek PPKSP disahkan sebagai payung hukum untuk seluruh warga sekolah atau satuan pendidikan. Peraturan ini secara tegas menangani dan mencegah terjadinya kekerasan seksual, perundungan, serta diskriminasi dan intoleransi.

Selain itu, untuk membantu satuan pendidikan dalam menangani kasus-kasus kekerasan yang terjadi mencakup kekerasan dalam bentuk daring, psikis, dan lainnya dengan berperspektif pada korban.

"Untuk itulah, beberapa tahun terakhir kami melibatkan berbagai pihak untuk merancang sebuah regulasi yang dapat mencegah dan menangani kekerasan di satuan pendidikan yang pada hari ini akan kita luncurkan bersama yaitu Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan," ujar dia.

Permendikbudristek PPKSP ini, lanjut dia, menghilangkan area "abu-abu" dengan memberikan definisi yang jelas untuk membedakan bentuk kekerasan fisik, psikis, perundungan, kekerasan seksual serta diskriminasi dan intoleransi untuk mendukung upaya pencegahan dan penanganan kekerasan.

Lanjut dia menjelaskan, selain mengatur tindakan kekerasan, Permendikbudristek ini juga memastikan tidak adanya kebijakan yang berpotensi menimbulkan kekerasan di satuan pendidikan.

"Peraturan yang baru ini juga tegas menyebutkan bahwa tidak boleh ada kebijakan yang berpotensi menimbulkan kekerasan, baik dalam bentuk surat keputusan, surat edaran, nota dinas, imbauan, instruksi, pedoman, dan lain-lain," tegas Nadiem.

Baca juga: 10 PTS Terbaik di Yogyakarta, dari UMY hingga UAD

Angka kekerasan di sekolah cukup besar

Berdasarkan data hasil survei Asesmen Nasional tahun 2022, sebanyak 34,51 persen peserta didik (1 dari 3) berpotensi mengalami kekerasan seksual, lalu 26,9 persen peserta didik (1 dari 4) berpotensi mengalami hukuman fisik, dan 36,31 persen (1 dari 3) berpotensi mengalami perundungan.

Temuan itu juga dikuatkan oleh hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (SNPHAR, KPPPA) tahun 2021 yakni 20 persen anak laki-laki dan 25,4 persen anak perempuan usia 13 sampai dengan 17 tahun mengaku pernah mengalami satu jenis kekerasan atau lebih dalam 12 bulan terakhir.

Data aduan yang diterima Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada perlindungan khusus anak tahun 2022 juga menyebutkan kategori tertinggi anak korban kejahatan seksual.

Yakni, anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis, serta anak korban pornografi dan kejahatan siber sebanyak 2.133.

Permendikbudristek PPKSP ini pun mengatur mekanisme pencegahan yang dilakukan oleh satuan pendidikan, pemerintah daerah, dan Kemendikbud Ristek, serta tata cara penanganan kekerasan yang berpihak pada korban yang mendukung pemulihan.

Karena itu, Nadiem mendorong satuan pendidikan membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) serta pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota untuk membentuk Satuan Tugas (Satgas).

Baca juga: Menteri Nadiem: Kekerasan di Satuan Pendidikan Sudah Jadi Pandemi

"TPPK dan Satgas perlu dibentuk dalam waktu 6-12 bulan setelah peraturan disahkan, agar kekerasan di satuan pendidikan segera tertangani. Jika ada laporan kekerasan, dua kelompok kerja ini harus menangani kekerasan dan memastikan pemulihan bagi korban, sedangkan sanksi administratif diberikan kepada pelaku peserta didik dengan mempertimbangkan sanksi yang edukatif dan tetap memperhatikan hak pendidikan peserta didik," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com