Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Anggi Afriansyah
Peneliti BRIN

Peneliti Sosiologi Pendidikan di Pusat Riset Kependudukan Badan Riset dan Inovasi Nasional

Masuk Sekolah dengan Gembira

Kompas.com - 18/04/2023, 12:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MERDEKA Belajar Episode ke-24 mengambil tajuk transisi PAUD ke SD/MI/Sederajat yang menyenangkan (Kemdikbudristek, 28 Maret 2023).

Dari penjelasan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) disampaikan terdapat tiga target.

Pertama menghilangkan tes calistung dari proses PPDB pada SD/MI/Sederajat. Kedua, satuan pendidikan perlu menerapkan masa perkenalan bagi peserta didik baru selama dua minggu pertama.

Ketiga, satuan pendidikan di PAUD dan SD/ MI/sederajat perlu menerapkan pembelajaran yang membangun enam kemampuan fondasi.

Enam fondasi tersebut, yakni mengenal nilai agama dan budi pekerti; keterampilan sosial dan bahasa untuk berinteraksi; kematangan emosi untuk kegiatan di lingkungan belajar; kematangan kognitif untuk melakukan kegiatan belajar seperti kepemilikan dasar literasi dan numerasi; pengembangan keterampilan motorik dan perawatan diri untuk berpartisipasi di lingkungan belajar secara mandiri; dan pemaknaan terhadap belajar yang positif.

Kebijakan tersebut memiliki tujuan positif untuk perkembangan anak-anak yang sedang memasuki masa transisi dari PAUD menuju SD/MI.

Namun, agar terimplementasi sesuai tujuan, maka kebijakan tersebut perlu dikawal secara presisi. Jika tidak ada pengawalan atau pengawasan, maka niscara di ranah praktik akan ada banyak problem.

Untuk target pertama, menghilangkan tes calistung dari proses PPDB pada SD/MI/Sederajat. Meski dalam banyak kesempatan pemerintah menyebutkan untuk masuk ke SD tidak memerlukan tes membaca, tapi praktiknya di banyak sekolah, dalam beberapa tahun terakhir, anak-anak harus menghadapi tes membaca dan menulis.

Tidak mengherankan jika di PAUD, anak-anak tidak hanya bermain, tetapi juga harus berhadapan dengan ragam teks agar mereka sudah dapat membaca.

Pada Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, tes calistung sudah dilarang untuk dilakukan.

Selain melalui Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru sudah disebutkan bahwa “seleksi calon peserta didik baru kelas 1 (satu) SD tidak boleh dilakukan berdasarkan tes membaca, menulis, dan/atau berhitung”. Namun realita di sekolah, apa yang menjadi aturan tidak selalu dipatuhi.

Penegasan dalam aturan tersebut masih nampak angin lalu di sekolah. Dalam proses penerimaan peserta didik ada saja sekolah yang melakukan tes.

Atau, di dalam proses pelaksanaan pembelajaran di kelas 1 SD, materi yang ada, termasuk buku teksnya masih sulit untuk diikuti oleh anak-anak yang sebetulnya belum mampu membaca.

Selain itu, ada situasi di mana anak-anak yang belum mampu membaca mendapat tekanan psikologis dari anak-anak yang sudah mampu membaca.

Orangtua pun merasa khawatir jika anak-anak mereka belum dapat membaca ketika masuk ke SD. Akhirnya fokus orangtua adalah mencarikan TK yang memberi prioritas untuk belajar membaca.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com