Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Masuk Sekolah dengan Gembira

Dari penjelasan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) disampaikan terdapat tiga target.

Pertama menghilangkan tes calistung dari proses PPDB pada SD/MI/Sederajat. Kedua, satuan pendidikan perlu menerapkan masa perkenalan bagi peserta didik baru selama dua minggu pertama.

Ketiga, satuan pendidikan di PAUD dan SD/ MI/sederajat perlu menerapkan pembelajaran yang membangun enam kemampuan fondasi.

Enam fondasi tersebut, yakni mengenal nilai agama dan budi pekerti; keterampilan sosial dan bahasa untuk berinteraksi; kematangan emosi untuk kegiatan di lingkungan belajar; kematangan kognitif untuk melakukan kegiatan belajar seperti kepemilikan dasar literasi dan numerasi; pengembangan keterampilan motorik dan perawatan diri untuk berpartisipasi di lingkungan belajar secara mandiri; dan pemaknaan terhadap belajar yang positif.

Kebijakan tersebut memiliki tujuan positif untuk perkembangan anak-anak yang sedang memasuki masa transisi dari PAUD menuju SD/MI.

Namun, agar terimplementasi sesuai tujuan, maka kebijakan tersebut perlu dikawal secara presisi. Jika tidak ada pengawalan atau pengawasan, maka niscara di ranah praktik akan ada banyak problem.

Untuk target pertama, menghilangkan tes calistung dari proses PPDB pada SD/MI/Sederajat. Meski dalam banyak kesempatan pemerintah menyebutkan untuk masuk ke SD tidak memerlukan tes membaca, tapi praktiknya di banyak sekolah, dalam beberapa tahun terakhir, anak-anak harus menghadapi tes membaca dan menulis.

Tidak mengherankan jika di PAUD, anak-anak tidak hanya bermain, tetapi juga harus berhadapan dengan ragam teks agar mereka sudah dapat membaca.

Pada Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, tes calistung sudah dilarang untuk dilakukan.

Selain melalui Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru sudah disebutkan bahwa “seleksi calon peserta didik baru kelas 1 (satu) SD tidak boleh dilakukan berdasarkan tes membaca, menulis, dan/atau berhitung”. Namun realita di sekolah, apa yang menjadi aturan tidak selalu dipatuhi.

Penegasan dalam aturan tersebut masih nampak angin lalu di sekolah. Dalam proses penerimaan peserta didik ada saja sekolah yang melakukan tes.

Atau, di dalam proses pelaksanaan pembelajaran di kelas 1 SD, materi yang ada, termasuk buku teksnya masih sulit untuk diikuti oleh anak-anak yang sebetulnya belum mampu membaca.

Selain itu, ada situasi di mana anak-anak yang belum mampu membaca mendapat tekanan psikologis dari anak-anak yang sudah mampu membaca.

Orangtua pun merasa khawatir jika anak-anak mereka belum dapat membaca ketika masuk ke SD. Akhirnya fokus orangtua adalah mencarikan TK yang memberi prioritas untuk belajar membaca.

Tak heran juga belakangan tumbuh subur lembaga-lembaga yang fokus untuk mengajarkan anak-anak usia dini membaca, menulis, dan berhitung.

Sebab, keterampilan membaca, menulis, dan berhitung dianggap hal yang perlu dimiliki anak ketika masuk ke SD. Dengan keterampilan tersebut, orangtua berharap anak akan lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan baru.

Sebab, masuk sekolah menjadi salah satu momok, terutama bagi anak-anak yang belum mampu membaca, menulis dan berhitung. Seolah, mereka tertinggal secara akademik dan menjadi anak-anak yang tak mampu mengejarnya.

Padahal, untuk anak-anak usia SD, perkara membaca, menulis dan berhitung bukan yang utama. Pembentukkan karakter, misalnya, menjadi hal utama.

Bagaimana mereka berelasi dengan teman sebaya, dengan dunia di luar keluarganya, membangun empati sosial, dan yang paling utama mengenal siapa diri mereka sendiri.

Untuk literasi, yang paling penting bukan sudah mampu membaca atau menulis, tetapi bagaimana anak-anak memiliki kecintaan terhadap literasi.

Untuk membangun proses tersebut bukan proses instan. Untuk anak usia dini yang terpenting bagaimana membangun kebiasaan, membuat mereka terpapar secara intensif dengan dunia literasi. Hadirkan perpustakaan, buku yang sesuai dengan usia anak.

Tradisi membaca hanya hadir ketika kita berupaya untuk membangun budaya tersebut. Misal dengan membiasakan membacakan ragam buku kepada anak-anak.

Blackmore dan Ramirez (2006) dalam buku Baby Read Aloud Basics menekankan pentingnya membaca nyaring (read aloud) untuk bayi karena memiliki beberapa manfaat seperti meningkatkan keterampilan mendengar, meningkatkan jumlah kosa kata, membantu belajar kata-kata yang tidak biasa, membantu memahami arti kata, konsep tentang buku cetak, mendapatkan informasi dari ilustrasi buku, meningkatkan ikatan antara bayi dengan orangtua, dan membangun kecintaan terhadap buku dan kegiatan belajar.

Untuk target kedua, satuan pendidikan perlu menerapkan masa perkenalan bagi peserta didik baru selama dua minggu pertama.

Masa PAUD menuju SD/MI/Sederajat memang sangat krusial dalam proses perkembangan anak. Namun seringkali anak mengalami situasi sulit karena harus memasuki arena asing yang berbeda dengan apa yang dihadapi sehari-hari.

Jika di PAUD anak-anak biasa mendapatkan perhatian intensif dari guru-guru yang jenaka, ketika memasuki masa SD mereka berhadapan dengan guru-guru baru dan lingkungan berbeda.

Belum lagi ada ragam tuntutan yang biasanya mereka hadapi, salah satunya mereka harus sudah memiliki kemampuan membaca.

Pada posisi ini, guru menjadi figur terdekat anak. Guru perlu membantu anak mengenal sekolah barunya, mengenal teman-temannya.

Progam pengenalan awal sekolah menjadi fokus yang membawa mereka lebih dekat dan kenal dengan lingkungan baru.

Anak-anak perlu pembiasaan terhadap ruangan-ruangan yang ada di sekolah, teman-teman, apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan, dan pola budaya baru dalam kegiatan pembelajaran.

Dengan demikian, program ini dapat menciptakan ekosistem yang lebih menyenangkan anak-anak di masa transisi dari PAUD ke SD sederajat.

Proses transisi tersebut harus menjadi salah satu momentum yang dapat dikenang oleh mereka. Maka setiap program yang dilakukan di masa tersebut harus berdasarkan pada kebutuhan anak-anak juga perkembangan usianya.

Untuk target ketiga, terkait dengan perlunya satuan pendidikan di PAUD dan SD/ MI/sederajat menerapkan pembelajaran yang membangun enam fondasi.

Pembentukan karakter tidak dapat dilakukan dengan tradisi lisan semata. Pembiasaan harus dilakukan secara bertahap.

Dalam prosesnya kegiatan tersebut perlu dilakukan secara gembira. Ibarat otot, semua karakter harus dibangun melalui berbagai latihan.

Dalam buku populer Atomic Habits karya James Clear (2019) menyebutkan bahwa kebiasaan adalah perilaku yang telah diulang berkali-kali sehingga menjadi otomatis.

Selain itu, menurut Clear (2019), kebiasaan tersebut harus dibuat secara jelas, dibuat menarik, mudah, dan menyenangkan atau sesuai harapan.

Pada praktiknya, para guru tak perlu banyak menggunakan narasi ceramah yang berlebihan. Untuk anak-anak yang sedang memasuki transisi dari PAUD ke SD/MI, mereka lebih membutuhkan contoh-contoh praktis.

Misal, guru mencontohkan perkara-perkara kecil yang relevan dengan kehidupan keseharian mereka seperti antre, menghormati teman yang sedang berbicara, etika ketika bertanya, tepat waktu, dan jujur.

Semuanya tidak diceramahkan semata, tetapi diinternalisasi melalui kegiatan keseharian. Buat setiap anak terlibat dalam aktivitas pembelajaran.

Agar progam Merdeka Belajar Episode ke-24 dapat diimplementasikan dengan optimal, maka harus memiliki program turunan yang presisi, fokus pada tahapan perkembangan anak, dilakukan secara menyenangkan, dan membuat mereka kenal pada diri dan dunia sosial keseharian.

Jika tidak memiliki program presisi, hanya akan seperti di masa lalu, mengingat aturan lama yang sudah ada pun belum dilaksanakan secara konsisten. Jika hal tersebut sudah dilakukan, anak-anak akan masuk sekolah dengan gembira.

https://www.kompas.com/edu/read/2023/04/18/123000071/masuk-sekolah-dengan-gembira

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke